Tampilkan postingan dengan label Judul Managemen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judul Managemen. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Februari 2017

Definisi Kemampuan Penjualan Adaptif (skripsi dan tesis)


Ketrampilan menjual (selling skills) merupakan keyakinanakan adanya pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjualan tersebut yang mendukung hubungan bisnis (Liu & Leach,2001). Ketrampilan menjual merupakan pembelajaran seorang tenaga penjualan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam melakukan tindakan-tindakan yang mendukung keberhasilan dalam tugas penjualannya (Weilbaker, 1990).
Ketrampilan menjual sering juga ditunjukkan dengan kemampuan tenaga penjualan untuk memberikan solusi yang dibutuhkan oleh pelanggannya, sehingga pelanggan merasakan adanya nilai tambah yang diperoleh. Kemampuan menjual yang dimiliki tenaga penjualan akan semakin meningkat, peningkatan initerjadi seiring pembelajaran seorang tenaga penjualan terhadap kondisi yang dihadapi didalam melaksanakan tugas penjualan. Ketrampilan menjual juga digambarkan sebagai sebuah orientasi dari seseorang untuk berusaha melakukan perbaikan dan meningkatkan kemampuan serta penguasaan atas pekerjaan yangmenjadi tanggung jawabnya (Sujan et al., 2004).
Ketrampilan menjual (selling skill) merupakan keyakinan akan adanya pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjualan tersebut yang mendukung hubungan bisnis (Liu & Leach, 2001). Ketrampilan menjual sering juga ditunjukkan dengan kemampuan tenaga penjualan untuk memberikan solusi yang dibutuhkan oleh pelanggannya, sehingga pelanggan merasakan adanya nilai tambah yang diperoleh. Kemampuan menjual yang dimiliki tenaga penjualan akan semakin meningkat, peningkatan ini terjadi seiring pembelajaran seorang tenaga penjualan terhadap kondisi yang dihadapi didalam melaksanakan tugas penjualan. Ketrampilan menjual juga digambarkan sebagai sebuah orientasi dari seseorang untuk berusaha melakukan perbaikan dan meningkatkan kemampuan serta penguasaan atas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya (Sujan et al., 1994, p: 40).
Dengan kata lain, ketrampilan menjual merupakan pengetahuan dan penguasaan untuk melakukan tindakan tertentu sebagai pengetahuan prosedural maupun tindakan khusus yang mengacu pada keberhasilan penjualan. Pada penelitian yang dilakukan Syzmansky (1988) dijelaskan bahwa ketrampilan menjual merupakan usaha tenaga penjual untuk mengetahui atau mengenal bagaimana melakukan tindakan nyata, sering ditunjukkan sebagai pengetahuan prosedural dan mengetahui hal-hal nyata yang kadang-kadang ditunjukkan sebagai pengetahuan yang dideklarasikan.
Ketrampilan menjual merupakan hal penting yang perlu menjadi pemikiran bagi pihak perusahaan, sehingga pengelolaan tenaga penjualan yang baik harus benar-benar menjadi suatu perhatian. Ketrampilan menjual yang baik akan memberi kemudahan dalam menguasai serta menangani proses penjualan. Kemampuan tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas penjualan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki, sehingga tenaga penjualan memahami perencanaan yang akan disusun untuk meningkatkan kinerjanya. Ketrampilan tenaga penjual sangat diperlukan dalam memaksimalkan pekerjaannya, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai produk dan cara kerjanya, presentasi penjualan, kemampuan bertanya serta kemampuan beradaptasi dari seorang tenaga penjualan.
Konsep penjualan adaptif (adaptive selling) merupakan konsep kunci dalam literatur penjualan (Anglin et. al., 1990:81). Spiro dan Weitz (1990:62) mendefinisikan penjualan adaptif sebagai suatu aktivitas mengubah perilaku penjualan selama ataupun setelah terjadinya interaksi dengan pelanggan, yang dilakukan berdasarkan pada informasi yang diterima mengenai situasi penjualan. Seorang tenaga penjualan dikatakan memiliki tingkat penjualan adaptif yang tinggi apabila dapat menggunakan pendekatan penjualan yang berbeda secara tepat pada saat transaksi dengan pelanggan dan pada saat membuat keputusan selama transaksi penjualan berlangsung untuk situasi penjualan yang berbeda.
Sebaliknya tenaga penjual dikatakan memiliki tingkat penjualan adaptif yang rendah apabila mereka hanya menggunakan teknik pendekatan penjualan dan pengambilan keputusan penjualan yang sama untuk seluruh transaksi penjualan yang dilakukannya dalam bentuk situasi penjualan apapun (Farida, 2005:5). Dari penelitian yang dilakukan Khalid (2007:102) menyatakan tidak hanya orientasi pembelajaran yang merupakan salah satu konstruk anteseden 16 bagi penjualan adaptif (Park dan Holloway,2003), tetapi konstruk karakteristik juga disebut – sebut sebagai konstruk anteseden yang paling penting dalam mengembangkan dan mengelola penjualan adaptif (Goolsby et.al., 1992).
 Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai: “The altering of sales behaviour during a customer interaction or accross customer interactions based on perceived information about the nature of selling situation” Adaptive selling merupakan penyesuaian perilaku menjual selama berinteraksi dengan pelanggan berdasarkan informasi yang didapat mengenai situasi penjualan (Weitz, Sujan dan Sujan, 1986) Reagan, dkk (1995) menyatakan bahwa adaptive selling merupakan pemodifikasian gaya komunikasi, format presentasi, dan isi pesan yang dilakukan oleh penjual selama berinteraksi dengan pembeli. Adaptive selling juga merupakan salah satu tehnik menjual dimana penjual diminta untuk menyesuaikan dengan gaya sosial pembeli untuk dapat memaksimalkan keefektifan kerjanya.
Weitz dan Wright (1990) juga mengemukakan definisi tentang adaptive selling, yaitu proses penjualan yang terdiri dari pengumpulan informasi tentang harapan-harapan para pelanggan, mengembangkan strategi penjualan berdasarkan informasi tersebut, menyalurkan sinyal yang dapat dipahami unuk melaksanakan strategi, mengevaluasi pengaruh dari pesan-pesan, dan melakukan penyesuaian diri berdasarkan hasil evaluasi.
Menurut Manske, et al., (2005) adaptivitas tenaga penjualan merupakan praktek dari mengubah suatu perilaku penjualan berdasarkan reaksi konsumen dan situasi alamiah dalam penjualan. Seorang tenaga penjualan dikatakan memiliki tingkat adaptivitas tenaga penjualan yang tinggi apabila dapat menggunakan pendekatan penjualan yang berbeda secara tepat pada saat transaksi dengan pelanggan dan pada saat membuat keputusan.
Tingkat kemampuan menyesuaikan diri dari tenaga penjualan memerlukan tenaga kerja yang terampil dan terlatih cukup tinggi yang dapat menginterprestasikan situasi penjualan dan kemudian mengadopsikan taktik penjualan tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan para konsumennya, yang meliputi merencanakan strategi penjualan yang khusus bagi konsumen yang berbeda-beda (Barker, 1999 dalam Wardani 2002).
Sejalan dengan pendapat tersebut, Indriani (2005) juga menyatakan bahwa seorang tenaga penjualan dikatakan memiliki tingkat adaptivitas tenaga penjualan yang tinggi apabila dapat menggunakan pendekatan penjualan yang berbeda secara tepat pada saat transaksi dengan pelanggan dan saat membuat keputusan selama transaksi penjualan berlangsung disaat situasi penjualan yang berbeda. Sebaliknya, tenaga penjual dikatakan memiliki tingkat adaptivitas tenaga penjualan yang rendah, apabila mereka hanya menggunakan teknik pendekatan dan pengambilan keputusan penjualan yang sama untuk seluruh transaksi yang dilakukan dalam situasi penjualan apapun.

Senin, 12 Desember 2016

Pengertian Studi Kelayakan (skripsi dan tesis)

Studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang dapat tidaknya suatu investasi dilaksanakan secara menguntungkan (Kama: 2004,2), dalam pengertian yang lain bahwa studi kelayakan atau sering disebut sebagai Feasibility Studies merupakan suatu bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, menerima atau menolak dari  sauatu gagasan usaha atau proyek yang direncanakan (Ibra: 1997, 1).
Suatu investasi pada  umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang sehingga perlu dilakukan studi kelayakan agar jangan  sampai setelah terlanjur melakukan investasi ternyata proyek tersebut tidak menguntungkan. Sifat suatu investasi biasanya (Sire:1991, 6):
a.         Melibatkan jumlah modal yang besar, yang bararti harus menanggung biaya modal (bunga) yang besar pula.
b.        Meliputi jangka  waktu yang lama, di mana makin lama jangka waktu investasi, berarti ketidak pastian dan resiko yang melingkupi suatu investasi semakin besar pula.
c.         Keterbatasan sumberdaya yang berarti alokasi sumber daya uuntuk suatu investasi akan menghilangkan kesempatan  untuk melaksanakan investasi yang lain.
Sedangkan manfaat dilakukannya studi kelayakan mencakup tiga aspek (Husnan:2000,4):
1.       Manfaat ekonomis, mempunyai arti apakah proyek tersebut cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan resiko proyek tersebut.
2.       Manfaat ekonomis bagi negara tempat proyek tersebut dilaksanakan (manfaat ekonomi nasional).
3.       Manfaat Sosial bagi masyarakat sekitar proyek tersebut.
Kegiatan investasi dapat melibatkan berbagai pihak. Setiap pihak  memerlukan hasil studi kelayakan, meskipun setiap pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Pihak-pihak yang memerlukan yaitu (Husnan:2000, hal 9-10):
1.      Investor
2.      Kredit/Bank
3.      Pemerintah

Technology Acceptance Model (TAM) (skripsi dan tesis)


Salah satu ukuran kesuksesan implementasi adalah tingkat pencapaian yang diharapkan dari pengguna teknologi informasi. Pengguna sistem mencerminkan penerimaan teknologi oleh penggunanya (Venkatesh, 1999 dalam Shih, 2004: 7). Model penerimaan Teknologi (TAM) telah menjadi dasar bagi penelitian di masa lalu dalam sistem informasi yang berhubungan dengan prilaku, niat dan pengguna teknologi informasi (adam et al, 1992: Dacis et al, 1989, Defend an Straub, 1997: Ambako-Gyampah dan Salam, 2004 dalam Shih, 2004: 7)
Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan oleh Davis (1989) dengan bersandar pada Theory of Reasoned Action (TRA). TAM berfokus pada sikap terhadap pemakai teknologi informasi, dimana pemakai mengembangkannya berdasarkan persepsi manfaat dan kemudahan dalam pemakaian teknologi informasi. Sasaran dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah penjelasan dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer yang umum. TAM kurang umum dibandingkan dengan TRA. TAM didesain hanya untuk perilaku penggunaan komputer, namun karena menggabungkan berbagai temuan yang diakumulasi dari riset-riset dalam beberapa dekade, maka TAM sesuai sebagai modelling penerimaan komputer.
Tujuan inti dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah gambaran yang mendasari pengaruh faktor-faktor ekstenal terhadap kepercayaan (belief) internal, sikap dan tujuan. TAM diformulasikan dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mendasar seperti yang disarankan oleh riset-riset sebelumnya yang menyalurkan faktor kognitif dan afektif dari penerimaan komputer dan menggunakan TRA sebagai dasar teoritis untuk model hubungan teoritis diantara variabel-variabel tersebut. TRA digunakan sebagai dasar teoritis untuk menentukan hubungan sebab akibat antara dua kunci belief, yaitu (1) perasaan kegunaan, dan (2) perasaan kemudahan dari penggunaan terhadap sikap user dan tujuan perilaku adopsi komputer sesungguhnya. Kedua kunci belief tersebut relevan untuk perilaku penerimaan komputer (dalam Kurniawan 2008).
Perasaan kegunaan didefinisikan sebagai prospek kemungkinan subyektif user yang menggunakan sistem aplikasi khusus, yang akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi. Perasaan kemudahan dari penggunaan diartikan sebagai tingkat dimana sasaran yang diharapkan user membebaskan diri dari serangkaian usaha-usaha tertentu (dalam Kurniawan 2008).
Sama dengan TRA, TAM mempostulatkan bahwa penggunaan komputer ditentukan oleh tujuan perilaku, namun perbedaannya adalah bahwa tujuan perilaku ditinjau secara bersama-sama ditentukan oleh sikap individu terhadap penggunaan sistem dan perasaan kegunaan. Hubungan antara penggunaan sistem dan tujuan perilaku yang digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak langsung bentuk-bentuk tujuan individu untuk melakukan tindakan yang positif. Hubungan antara perasaan kegunaan dan tujuan perilaku didasarkan pada ide bahwa dalam penyusunan organisasi, orang-orang membentuk tujuan-tujuan terhadap perilakunya yang diyakini akan meningkatkan kinerjanya. Hal ini karena kinerja yang meningkat merupakan instrumen untuk mencapai berbagai reward yang terletak di luar pekerjaan itu sendiri, seperti peningkatan gaji dan promosi (Vroom, dalam Goodhue dan Thompson, 1995).
Persepsi pemakai menjadi hal yang penting dalam suatu sistem. Pengetahuan pemakai meliputi dua hal, yaitu komputer dan kemahiran untuk menerapkan sistem secara efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan mereka. Jadi, persepsi-persepi pengguna akan kemampuan diri terkait dengan teknologi komputer maupun tugas pokok yang memungkinkan mempengaruhi persepsi mereka tentang sistem dan niat mereka untuk menggunakan, seperti yang diharapkan oleh pengembang sistem.

Senin, 17 Oktober 2016

Pengertian Manajamen Sumber Daya Manusia


Nawawi (2002) dalam bukunya yang berjudul: “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis yang kompetitif”, Mendeskripsikan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan). Dalam rumusan ini dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan individu-individu yang bekerja dalam organisasi berupa hubungan antara pekerjaan dengan pekerja (employer, employee), terutama untuk menciptakan pemanfaatan individu-individu secara produktif sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan dalam rangka perwujudan kepuasan kebutuhan individu-individu tersebut.
Salah satu paradigma dari pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bahwa Manusia memerlukan organisasi dan sebaliknya organisasi memerlukan manusia. Manusia merupakan motor pengerak, tanpa manusia organisasi tidak akan berfungsi. Manusia merupakan faktor utama dalam mewujudkan eksistensi organisasi. Dengan kata lain eksistensi organisasi diwujudkan melalui kegiatan manusia yang disebut bekerja. Oleh karena itu kompetitif atau tidak eksistensi suatu organisasi (perusahaan) tergantung atau ditentukan oleh manusia yang sangat penting artinya dalam menghadapi perubahan lingkungan atau iklim bisnis sekarang dan di masa mendatang. Setiap organisasi atau perusahaan tidak dapat menolak fakta bahwa sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam upaya mewujudkan eksistensinya berupa tercapainya tujuan bisnis yakni keuntungan dan manfaat-manfaat lainnya.
Ermaya Suradinata, (2006) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia : suatu tinjauan wawasan masa depan,” memaparkan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah sebagai berikut: Manajemen sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia, manusia merupakan sumber terpenting yang mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut baik, waktu, tenaga, dan kemampuannya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi maupun bagi kepentingan individu manusia sebagai makhluk sosial. Handoko (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,” mendeskripsikan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pengelolaan individu-individu yang bekerja dalam organisasi, yang di dalamnya adalah manusia. Manusia merupakan faktor utama dalam mewujudkan organisasi, tanpa manusia organisasi itu tidak akan berfungsi. Jadi eksistensi organisasi itu diwujudkan melalui kegiatan manusia yang disebut bekerja,serta kompetitif atau tidaknya eksistensi suatu organisasi tergantung pada manusianya.

Faktor-Faktor Sumber Daya Manusia

        Menurut B.F. Skinner (dalam Gibson, 2002), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, yaitu individu, organisasi dan psikologi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja pegawai. Penampilan kerja adalah perilaku yang berkaitan langsung dengan tugas pekerjaan dan yang perlu diselesaikan untuk mencapai sasaran pekerjaan. Bagi seorang manajer hubungan perilaku dan penampilan kerja mencakup beberapa kegiatan seperti identifikasi masalah, perencanaan,pengorganisasian dan pengendalian karyawan.
Model teori kerja melakukan analisis terhadap sejumlah variabelyang menjelaskan perilaku dan kinerja individu. Variabel individudikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan ketrampilanmerupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerjaindividu, sedangkan variabel demografi mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel Psikologik dikelompokkan pada sub variabel sikap, persepsi, kepribadian, belajar dan motivasi, variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografi. sub variabel sikap, kepribadian dan belajar mrupakan hal yang kompleks dan sulit diukur, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis latar belakang budaya, ketrampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Variabel Organisasi dikelompokkan pada sub variabel sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Sub variabel imbalan atau kompensasi akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu. Sehingga variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu.
Seorang masuk dan bergabung dalam organisasi dari asal-usul, usia dan budaya yang berbeda serta kemampuan dan keretampilan dan pengalaman yang bermacam-macam. Perbedaan karakterisktik ini perlu penyesuaian terhadap situasi tempat kerja. Rendahnya kinerja individu dalam organisasi disebabkan oleh rendahnya kemampuan dan keterampilan kerja, kurang motivasi, lemahnya instruksi serta kurangnya dukungan pelayanan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi.
Pengertian faktor kinerja tersebut adalah sebagai berikut :
1.         Variabel Individu.
a.         Kemampuan dan ketrampilan
Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan, kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.20). Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. Kadar kemampuan dan keterampilan ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan.
Kemampuan Intelektual dibutuhkan untuk menunjukan aktivitas-aktivitas mental. Misalnya test IQ dibuat untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang demikian juga dengan test-test lain, dengan kata lain test-test yang digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi khusus dari intelegensi dapat dijadikan pegangan kuat untuk meramalkan prestasi kerja.
b.        Latar Belakang.
Pengalaman/masa kerja Pengalaman/masa kerja dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman, masa kerja juga ikut menentukan kinerja kerja seseorang, karena semakin lama masa kerja seseorang, maka kecakapan mereka akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaan (Agus,2002). Dengan banyak pengalaman yang dimiliki, maka semakin banyak pula keterampilan yang pernah diketahuinya dan hal ini akan memberikan rasa percaya diri dan akan mempunyai sikap ketika menghadapi suatu pekerjaan atau persoalan, sehingga kualitas kinerja kerja akan lebih baik.
c.         Demografi terdiri dari Umur Asal usul dan jenis kelamin
2.         Variabel Psikologi
a.    Persepsi
Gibson berpendapat bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan memahami duniasekitar. Gambaran kognitif dari individu bukanlah penyajian foto dunia fisik semata, melainkan suatu bagian tafsiran pribadi dimana obyektertentu yang dipilih individu untuk peranan yang utama, dirasakan dalam sikap seorang individu.
b.     Sikap.
1)   Pengertian sikap
Milton dalam Gitosudarmo (2000) memberikan pengertian sikap sebagai keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya. Sikap seseorang tercermin dari kecenderungan prilakunya dalam menghadapi situasi lingkungan, seperti orang lain, atasan, bawahan maupun lingkungan kerja.
2)   Pembentukan sikap
Pembentukan sikap berlangsung secara bertahap melalui proses belajar. Proses belajar tersebut terjadi karena pengalaman-pengalaman pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman-pengalaman lain atau melalui proses belajar social. Sebagian besar sikap itu dibentuk melalui kombinasi dari beberapa cara tersebut.
3)   Perubahan Sikap
Perubahan sikap diperoleh melalui proses belajar. Perubahan dapat berupa penambahan, pengalihan atau modifikasi dari satu atau lebih tiga komponen tersebut diatas. Sekali perubahan sikap telah terbentuk maka akan menjadi bagian internal dari individu itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa merubah sikap seseorang sedikit banyak juga ikut merubah manusianya. Sikap dapat berubah dari positif ke negative atau sebaliknya. Tidak ada seorang pun yang selalu konsisten secara terus-menerus dan tidak mustahil terdapat inkonsistensi dalam sikap seseorang terhadap obyek, peristiwa dan orang tertentu.
c.    Kepribadian.
Kepribadian adalah semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang terintegrasi dan merupakan perangkat total dari kekuatan antrapsikis, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik
d.   Motivasi
Motivasi merupakan semua kondisi yang memberikan dorongan dari dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan atau keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan dan menggerakkan. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
e.    Pembelajaran
Muchlas menyatakan bahwa proses pembelajaran atau belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup dan dapat dikatakan bahwa
perubahan-perubahan perilaku itu menunjukan telah terjadinya proses
belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan dalam perilaku.
Jadi jelasnya kita tidak melihat proses belajarnya tetapi melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar tersebut.
3.         Variabel Organisasi :
a.    Sumber daya
Sumber daya atau alat kerja menurut Stoner et all (2005) menyatakan bahwa disamping motivasi, kemamuan, hal yang juga tidak kalah pentingnya dalam kinerja seseorang adalah kemampuan, sumberdaya dan kondisi dimana seseorang bekerja. Alat kerja yang canggih disertai pedoman dan pelatihan penggunaannya ecara lengkap dan sempurna akan banyak berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan kualitas kerja yang baik (Ravianto,2010).
b.    Kepemimpinan
Gibson berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain.
c.    Analisis Pekerjaan
Muchlas berpendapat analisis pekerjaaan secara sistimatis mengumpulkan, mengevaluasi dan mengorganisasi informasi tentang
pekerjaan-pekerjaan. Siagian. mengatakan analisis pekerjaan adalah usaha yang sistimatik dalam mengumpulkan, menilai dan mengorganisasi semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi.
d.   Penghargaan/imbalan
Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan pokok karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya.

Proses Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan


Menurut Ibrahim Bafadal (2003 : 7) “Proses manajemen sarana prasarana itu meliputi  perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, inventarisasi dan penghapusan.”
  1. Perencanaan
Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan suatu proses analisis dan penetapan kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga muncullah istilah kebutuhan yang diperlukan (primer) dan kebutuhan yang menunjang.  Dalam proses perencanaan ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti baik berkaitan dengan karakteristik sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlahnya, jenisnya dan kendalanya (manfaat yang didapatkan), beserta harganya.
Sedangkan Ibrahim Bafadal (2003 : 26) mengartikan : 
Perencanaan sarana prasarana pendidikan sebagai suatu proses memikirkan dan penetapkan program pengadaan fasilitas sekolah, baik yang berbentu sarana maupun prasarana pendidikan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu.

Keefektifan  suatu  perencanaan  tersebut  dapat  di  nilai  atau dilihat seberapa jauh pengadaannya itu dapat memenuhi kebutuhan perlengkapan  sekolah  dalam  periode  tertentu.  Jika dengan pengadaan tersebut semua kebutuhan sekolah akan sarana prasarana pendidikan terpenuhi bisa dinilai bahwa perencanaan tersebut efektif.
Tetapi jika ternyata pengadaan kebutuhan tidak dapat memenuhi kebutuhan atau bahkan melebihi yang dibutuhkan maka perencanaan tidak efektif dan bersifat pemborosan. Ibrahim Bafadal menjelaskan (2003  :  27) ada beberapa karakteristik esensial perencanaan sarana dan prasarana pendidikan ini yaitu :
1.         Perencanaan merupakan proses menetapkan dan memikirkan 
2.         Objek pikir dalam perencanaan adalah upaya memenuhi sarana prasarana pendidikan yang dibutuhkan sekolah.
3.         Tujuan perencanaan adalah efektivitas dan efisiensi dalam pengadaan sarana prasarana sekolah.
4.         Perencanaan sekolah harus memenuhi perinsip-prinsip :
a.       Perencanaan harus betul-betul merupakan proses intelektual
b.      Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi komprehensif mengenai masyarakat sekolah dan kemungkinan pertumbuhannya serta prediksi populasi sekolah.
c.       Perencanaan harus realistis, sesuai dengan kenyataan anggaran.
d.      Visualisasi perencanaan harus jelas dan rinci, baik jumlah, jenis, merek dan harganya.
Dengan adanya perencanaan diharapkan manajemen sarana prasarana pendidikan bisa dilaksanakan dengan baik. Perencanaan sangat perlu sekali untuk  dilakukan  agar  pengelola manajemen sarana pendidikan mempunyai acuan bagi pelaksanaan manajemen sarana dan prasarana pendidikan.
Secara rinci Ibrahim Bafadal (2003  :  29) mengemukakan bahwa ada beberapa langkah perencanaan sarana dan praarana di sekolah, yaitu :
1.      Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang di ajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah.
2.      Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah.  
3.      Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya.
4.      Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang telah tersedia.
5.      Memadukan rencana kebutuhan perlengkapan sekolah dengan dana atau anggaran yang ada.
6.      Penetapan perencanaan.

  1. Pengadaan
Pengadaan merupakan segala kegiatan untuk menyediakan semua keperluan barang, benda dan jasa bagi keperluan pelaksanaan tugas. Dengan kata lain merupakan upaya merealisasikan rencana kebutuhan pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya. Sedangkan pengadaan menurut sarana prasarana menurut tim dosen jurusan administrasi pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dilakukan dengan cara membeli, hadiah atau sumbangan, tukar menukar, dan sebagainya.
Selanjutnya lebih jelas menurut Ibrahim Bafadal (2003:32) pengadaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1)      Pembelian
Pembeliaan adalah suatu proses mendatangkan dan menukarnya dengan uang sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku baik secara langsung maupun secara tidak langsung dari pabrik atau toko.
2)      Hadiah atau sumbangan
Hadiah atau sumbangan ini sifatnya sukarelawan, siapa saja orang yang peduli terhadap sekolah bisa memberikan hadiah kepada sekolah untuk menambah sarana dan prasarana di sekolah, hadiah-hadiah ini bisa berasal dari murid, guru atau staf lainnya, BP3, penerbit, lembaga-lembaga pemerintah atau swasta. Adapun bentuk dan jumlahnya terserah kepada pihak-pihak yang akan menyumbang. Untuk memperolah hadiah atau sumbangan banyak tergantung kepada kemampuan sekolah menjalin hubungan dengan sumber-sumber yang dapat dijadikan tempat meminta hadiah atau sumbangan.
3)      Tukar menukar
Untuk memperoleh tambahan perlengkapan sekolah, pengelola sekolah bisa mengadakan hubungan kerja sama dengan pengelola sekolah lain. Kerjasama tersebut berupa saling menukar perlengkapan yang dimiliki.


4)      Meminjam
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan bisa dilakukan dengan meminjam kepada pihak-pihak tertentu.
Dalam pengadaan sarana dan prasarana perlu diperhatikan segi kualitas dan kuantitas barang, juga harus memperhatikan prosedur atau dasar hukum yang berlaku, sehingga sarana yang sudah ada tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

  1. Pendistribusian
Menurut Ibrahim Bafadal (2003:  38) bahwa “pendistribusian atau penyaluran sarana dan prasarana merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab dari seorang penanggung jawab penyimpanan kepada unit-unit atau orang-orang yang membutuhkan barang tersebut”. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses pendistribusian yaitu ketepatan barang itu disampaikan (baik jumlah ataupun jenisnya), ketepatan sasaran penyimpanan, serta ketepatan kondisi barang yang akan disalurkan. Dalam kaitan dengan itu, diperoleh adanya penyusunan alokasi pendistribusian.
Dengan terlebih dahulu dilakukan penyusunan alokasi pendistribusian barang-barang yang telah diterima oleh sekolah dapat disalurkan sesuai dengan kebutuhan setiap bagian dengan melihat kondisi, kualitas serta kuantitas barang  yang ada. Dengan semakin jelasnya alokasi pendistribusian maka akan lebih mudah untuk dilaksanakan dan dikontrol setiap saat. Menurut Ibrahim Bafadal (2003: 39) mengungkapkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam  penyusunan alokasi pendistribusian, yaitu :
1)      Penerima barang
Penerima barang yaitu orang yang akan menerima barang dan sekaligus mempertanggung jawabkan sesuai dengan daftar barang yang diterima.
2)      Waktu penyaluran barang
Waktu penyaluran barang harus disesuaikan dengan kebutuhan barang tersebut, terutama dengan berhubungan proses belajar dan mengajar, karena dalam penyaluran barang tersebut tidak boleh menghambat dari proses belajar dan mengajar serta aktivitas pendidikan lainnya.
3)      Jenis barang yang disalurkan
Untuk mempermudah pengelolaan perlengkapan di sekolah ada beberapa cara untuk membedakan jenis perlengkapan yang ada di sekolah, misanya dengan melihat penggunaan barang tersebut.
4)      Jumlah barang yang didistribusikan  
Dalam pendistribusian, agar keadaan barang yang disalurkan dapat diketahui secara pasti dan dapat dikontrol, perlu adanya ketegasan jumlah barang yang disalurkan.
Dapat di tegaskan bahwa pendistribusian barang pada dasarnya terdapat dua sistem, yaitu sistem langsung dan system tidak langsung. Sistem pendistribusian langsung berarti barang-barang yang sudah diterima langsung  disalurkan pada bagian-bagian yang membutuhkan tanpa melalui proses  penyimpanan terlebih  dahulu. 
Sedangkan sistem pendistribusian secara tidak langsung adalah barang yang sudah di terima dan diiventariskan tidak secara langsung disalurkan, melainkan dengan melalui proses penyimpanan terlebih dahulu. Ada beberapa hal juga yang harus diperhatikan dalam asas pendistribusian yaitu: asas ketetapan, asas kecepatan, asas keamanan, dan asas ekonomis. 
Namun apabila terjadi system pendistribusian tidak langsung, maka barang-barang yang perlu disimpan, perlu mendapatkan pengawasan secara  efektif dengan dibuatkan kartu stok baru.

  1. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan memakai sarana prasarana pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Menurut Ibrahim Bafadal dari segi penggunaan terutama penggunaan sarana atau perlengkapan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penggunaan barang habis pakai dan barang yang tidak habis pakai. Dalam penggunaan barang habis pakai harus secara maksimal dan dapat dipertanggung jawabkan pada triwulan sekali. Sedangkan dalam penggunaan barang tidak habis pakai, maka akan dipertanggung jawabkan pada periode satu tahun sekali. 
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana pendidikan, yaitu :
1)      Penyusunan jadwal penggunaan harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya.
2)      Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupakan perioritas utama.
3)      Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun ajaran.
4)      Penugasan atau penunjukan perspnil sesuai dengan keahlian pada bidangnya, misalnya: petugas laboratotium, perpustakaan, operator computer dan sebagainya. 
5)      Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah antara kegiatan intra kurikuler dengan ekstrakulikuler harus jelas. (Tim Dosen Jurusan Adpend, 2003: 56)
Dalam hal penggunaan juga terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan seperti yang di ungkapkan oleh Ibrahim Bafadal (2003: 42), yaitu :
1)      Prinsip efektifitas
Prinsip efektifitas berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan disekolah harus ditujukan semata-mata dalam rangka untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan di sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung.
2)  Prinsip efisiensi
Prinsip efisiensi berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan dengan cara hemat dan hati-hati sehingga semua sarana dan prasarana yang ada tidak cepat habis, rusak, ataupun hilang. 
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sarana sekolah harus bisa dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya secara optimal, serta manfaat dari penggunaan sarana sekolah atau alat bantu belajar dalam proses belajar dan mengajar harus dapat memberikan konstribusi maksimal dalam pencapaian tujuan pendidikan.

  1. Pemeliharaan
Pemeliharaan atau perawatan adalah kegiatan rutin untuk mengusahakan agar barang tetap dalam kegiatan baik dan berfungsi dengan baik juga. Kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan menurut ukuran waktu dan ukuran keadaan barang (setiap hari, secara berkala atau jangka waktu tertentu sesuai dengan petunjuk penggunaan).
Pemeliharaan dapat dilakukan oleh pemegangnya/penanggungjawabnya.  Pemeliharaan bisa juga dengan memanggil tukang /ahli servis. Dalam hal ini pemeliharaan mencakup segala daya dan upaya yang terus menerus untuk mengusahakan agar sarana faasilitas tetap dalam keadaan baik.
Menurut Ibrahim Bafadal (2003: 49) ada beberapa macam pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah jika ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
1)      Ditinjau dari sifatnya :
§  Pemeliharaan yang bersifat pengecekan
§  Pemeliharaan yang bersifat pencegahan
§  Pemeliharaan yang bersifat perbaikan ringan 
§  Pemeliharaan yang bersifat perbaikan berat
2)      Ditinjau dari waktu perbaikan
§  Pemeliharaan sehari-hari
§  Pemeliharaan berkala  
Pemeliharaan sangat penting dilakukan agar sarana prasarana yang dimiliki sekolah tidak mudah rusak. Pemeliharaan bisa dikatakan hanya sebagai suatu usaha pencegahan agar sarana dan prasarana yang ada bisa lebih tahan lama karena pada dasarnya setiap barang pada akhirnya akan mengalami kerusakan. 

  1. Inventarisasi 
Inventarisasi merupakan kegiatan pencatatan atau pendaftaran barang-barang secara tertib dan teratur. Untuk keperluan pengurusan dan pencatatan ini harus disediakan instrument administrasi antara lain buku penerimaan barang, buku pembeliaan barang, buku induk inventaris, buku golongan inventaris buku bukan inventaris, buku stok  barang. 
Secara definitif inventarisasi menurut Ibrahim Bafadal (2003 : 55) merupakan  “pencatatan dan penyusunan daftar barang milik Negara secara sistematis, tertib, dan teratut menurut ketentuan-ketentuan atau pedoman-pedoman yang berlaku”.
Proses inventarisasi harus dilakukan agar tercipta ketertiban administrasi barang, penghematan keuangan, mempermudah dalam pemeliharaan barang. Lebih lanjut inventarisasi ini dapat menyediakan data atau informasi yang akan dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan sekolah.
Dapat diambil kesimpulan dari uraian di atas bahwa inventarisasi merupakan kegiatan melaksanakan pengurusan penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan barang-barang, menyusun daftar barang yang menjadi hak sekolah kedalam daftar inventaris barang secara teratur dan menurut ketentuan yang berlaku, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap barang-barang yang menjadi milik  Negara. Inventarisasi sendiri bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi barang milik Negara yang dimiliki oleh sekolah.

  1. Penghapusan  
Bila besarnya biaya rehabilitasi sesuatu barang inventaris telah tidak sesuai dengan daya pakainya, artinya bila biaya rehabilitasinya terlalu besar sedang daya pakainya terlalu singkat, maka barang tersebut lebih baik tidak dipakai lagi dan dikeluarkan dari daftar inventaris.
Menurut Ibrahim Bafadal (2003: 62) secara definitive penghapusan adalah “kegiatan meniadakan barang-barang milik lembaga  (bisa juga barang milik negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan undang-undang yang berlaku”.
Adapun tujuan dari proses penghapusan dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan menurut Ibrahim Bafadal (2003: 62) adalah sebagai berikut:
1)      Mencegah atau membataasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk pemeliharaan atau memperbaiki perlengkapan yang rusak.
2)      Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang tidak berguna lagi.
3)      Membebaskan lembaga dari tanggung jawab pemeliharaan dan pengamanan.
4)      Meringankan beban inventarisasi. 
Sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi syarat penghapusan adalah barang-barang dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dimanfaatkan lagi, tidak sesuai dengan kebutuhan, kuno, terkena larangan, mengalami penyusutan, biaya pemeliharaan tidak seimbang dengan kegunaannya, berlebihan, dicuri, diselewengkan, terbakar atau musnah karena bencana alam.