Selasa, 03 Oktober 2017

Kinerja terhadap Kesejahteraan (skripsi dan tesis)

Sen, (2002) mengatakan bahwa welfare economics merupakan suatu proses rasional ke arah melepaskan masyarakat dari hambatan untuk memperoleh kemajuan. Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life) dan pembangunan manusia (human development). Selanjutnya Sen, A. (1992) lebih memilih capability approach didalam menentukan standard hidup. Sen mengatakan: the freedom or ability to achieve desirable “functionings” is more importance than actual outcomes.
Nicholson (1992), mengemukakan prinsipnya mengenai kesejahteraan sosial; yaitu keadaan kesejahteraan sosial maksimum tercapai bila tidak ada seorangpun yang dirugikan. Sementara itu Bornstein dalam Swasono, mengajukan “ performance criteria “ untuk social welfare dengan batasan- batasan yang meliputi ; output, growth, efficiency, stability, security, inequality, dan freedom, yang harus dikaitkan dengan suatu social preference.(Swasono 2004). Sedangkan Etzioni, A. (1999), mengatakan bahwa privacy is a societal licence, yang artinya privivacy orang-perorangan adalah suatu mandated privacy dari masyarakat, dalam arti privacy terikat oleh kaidah sosial. Dengan demikian kedudukan individu adalah sebagai makhluk sosial yang harus ditonjolkan dalam ilmu ekonomi utamanya dalam pembangunan ekonomi yang bertujuan menuju kesejahteraan masyarakat.
Saat ini Pemerintah telah meluncurkan instrumen Indeks Kesejahteraan Rakyat (IKraR) untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan kondisi dan realitas ke-Indonesia-an. Indeks ini berbeda dengan indeks lain yang dikeluarkan oleh negara atau lembaga lain. Indeks ini dihitung dengan menggunakan tiga dimensi, yakni dimensi keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan demokrasi yang di dalamnya terdapat 22 indikator sesuai dengan dimensinya masing-masing.
Selama ini dikenal sejumlah metode pengukuran peningkatan kesejahteraan rakyat, di antaranya Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari UNDP, Gross National Happiness di Bhutan, Index Quality of Life di Kanada, Prosperity Index di Inggris, dan The Better Live Index di negara-negara Uni Eropa dan Amerika.
Kekuatan dari IKraR adalah indeks ini telah memperhitungkan “gini ratio” atau indeks kesenjangan, di mana indeks-indeks yang ada sebelumnya belum mempertimbangkannya. Indeks ini, kata Agung, akan lebih jujur dan apa adanya dalam mengukur kondisi masyarakat yang ada untuk kemudian dapat dirumuskan solusi dan masalah yang terjadi di daerah tersebut. Contohnya, ada beberapa daerah yang indeks pembangunan manusia (IPM)-nya tinggi dan berada pada ranking yang bagus, namun IKraR nya rendah.
IKraR diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengukur dan atau mengawal implementasi kebijakan pembangunan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan. Dijelaskan, tahun 2014 ditargetkan kemiskinan turun menjadi 8-10%, sedangkan target MDGs sebesar 7,5% pada 2015.
Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan di samping diperoleh melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan melalui 3 (tiga) klaster program penanggulangan kemiskinan.Keberhasilan penanggulangan kemiskinan sangat tergantung dari kemampuan mengidentifikasikan sasaran penerima manfaat Program Penanggulangan Kemiskinan. Untuk itu, peran Data dan Indikator menjadi faktor yang sangat penting.
Menurut Kidwell (1982), kinerja perbankan dapat diukur dengan mengunakan rata–rata tingkat bunga pinjaman, rata–rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Ketiga ukuran tersebut bisa diinterprestasikan secara berbeda, tergantung pada sudut pandang analisisnya, apakah dari sudut pandang pemilik ataukah dari sudut sosial. Misalkan tingkat bunga yang rendah akan dinilai baik oleh pemerintah karena analisisnya dari sudut pandang sosial, tetapi hal tersebut belum tentu baik jika dilihat dari sudut pandang pemilik. Dari contoh tersebut bisa diartikan bahwa private performance berkaitan dengan kepentingan pemegang saham atau owners, yaitu memaksimumkan keuntungan dalam jangka panjang. Sedangkan sosial performance berarti memaksimumkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Perbankan syariah yang ada di Indonesia juga merupakan bagian dari 250 institusi keuangan Islam yang tersebar di 100 negara di dunia (Omar dan Dzuljastri, 2008). Industri keuangan syariah khususnya sektor perbankan, tumbuh 15% setiap tahunnya. Angka tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase pertumbuhan perbankan konvensional. Total aset yang hingga kini dikelola instansi keuangan syariah di seluruh dunia hampir mendekati angka USD300 triliun (Omar dan Dzuljastri, 2008). Meski di Indonesia market share perbankan syariah masih dibawah 5%, namun bank syariah telah memiliki 2.188 kantor yang tersebar di 33 provinsi seluruh Indonesia (Ardiansyah, 2013)
Omar Muhammed (2008) dalam penelitiannya merumuskan sebuah pengukuran yang berguna untuk mengukur kinerja perbankan syariah yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip maqasyid syariah dengan tujuan agar ada sebuah pengukuran bagi bank syariah yang sesuai dengan tujuannya. Pengukuran kinerja bagi perbankan syariah ini tidak berfokus hanya pada laba dan ukuran keuangan lainnya, akan tetapi dimasukkan nilai-nilai lain dari perbankan yang mencerminkan ukuran manfaat non profit yang sesuai dengan tujuan bank syariah. Penelitiannya tersebut menghasilkan sebuah pengukuran kinerja keuangan perbankan syariah yang disebut maqashid syariah index. Model ini telah banyak diaplikasikan dalam penelitian-penelitian ilmiah selanjutnya untuk mengukur kinerja perbankan syariah diberbagai negara.
Maqasyid syariah index tersebut dikembangkan berdasarkan tiga faktor utama yaitu pendidikan individu, penciptaan keadilan, pencapaian kesejahteraan, dimana tiga faktor tersebut sesuai dengan tujuan umum maqasyid syariah yaitu “mencapai kesejahteraan dan menghindari keburukan”. Ketiga tujuan ini bersifat universal yang seharusnya menjadi tujuan dan dasar operasional setiap entitas berakuntabilitas publik, tidak hanya bank syariah tetapi juga bank konvensional, karena berkaitan dengan kesejahteraan bagi semua pemangku kepentingan, bukan hanya pemegang saham atau pemilik perusahaan. Melalui latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan studi ilmiah untuk melihat seberapa besar tingkat pencapaian maslahah (kesejahteraan) jika ditinjau dari ketiga aspek tersebut, yang meliputi: pendidikan, penciptaan keadilan, dan pencapaian kesejahteraan pada perbankan nasional yang ada di Indonseia, baik bank syariah maupun bank konvensional.
Kontribusi perbankan syariah terhadap kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembangunan nasional yaitu antara lain juga dapat dilihat dari rasio-rasio keuangan bank umum syariah dan unit usaha syariah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel di atas. Dari beberapa rasio yang ada, rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) bagi perbankan konvensional dapat dijadikan ukuran penting. FDR atau rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga pada perbankan syariah selama lima tahun terakhir berada pada rata-rata 99,63% yang menunjukkan bahwa perbankan syariah aktif menyalurkan dana kepada masyarakat.(Andriansyah, 2009)
Secara umum paparan diatas menunjukkan bahwa kontribusi perbankan syariah dalam pembangunan nasional terutama sekali terwujud dalam komitmen membantu masyarakat berkebutuhan modal dengan masyarakat berkelebihan modal. Dengan kata lain, perbankan syariah mampu melaksanakan fungsi intermediasi keuangan yang memadai sekaligus merupakan bagian penting bagi upaya menjaga stabilitas keuangan secara nasional. Namun demikian, sejumlah catatan layak diberikan baik pada pengelola maupun pengambil kebijakan perbankan syariah, terutama terkait peningkatan kontribusi langsung dalam pembiayaan pada sektor-sektor ekonomi yang penting bagi masyarakat. peranan perbankan syariah sudah selayaknya ditingkatkan pada sektor primer yang menjadi tulang punggung ekonomi sekaligus juga dikembangkan pada model akad yang lebih menonjolkan prinsip syariah terutama prinsip bagi hasil. Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul kesan bahwa perbankan syariah hanyalah perbankan konvensional dengan wajah yang berlabel syariah semata. (Andriansyah, 2009)

Tidak ada komentar: