Sabtu, 08 April 2017

Definisi Pengendalian Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


Pengendalian pemanfaatan ruang adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak lanjut dari penyusunan rencana atau adanya produk rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Berikut ini Sistem pengendalian pemanfaatan ruang dengan dasar-dasar Pengendalian Pembangunan :
·      Regulatory system, Yaitu pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Regulatory system ini sudah diterapkan di Indonesia, tetapi dalam penerapannya belum berjalan dengan baik. Karena mental birokrasi pemerintah yang masih rendah, yang masih rawan terhadap penyuapan, korupsi, kolusi dan nepotisme.
·      Discretionary system, yaitu Pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada pertimbangan pejabat/lembaga perencanaan yang berwenang untuk menilai proposal pembangunan yang diajukan.
·      Zoning regulation/peraturan zonasi, yaitu Pembagian lingkungan kota dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang yang berbeda-beda (Barnett, 1982)
·      Development control/permit system yaitu, mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu (Khulball & Yuen, 1991). Memungkinkan tetap dilaksankannya pembangunan sebelum terdapat dalam dokumen rencana.
Pemerintah sebagai regulator dalam pembangunan tentunya memiliki landasan kewenangan tehadap pengendalian pembangunan. Berikut ini Landasan Kewenangan Pemerintah dalam Pengendalian Pembangunan :
·      Bundles of rights (hak atas lahan)Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan, hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan hukum mengenai lahan.
·      Police power (pengaturan)Kewenangan menerapkan peraturan hukum (pengaturan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan di atas lahan maupun kegiatan manusia yang menghuninya) untuk menjamin kesehatan umum, keselamatan, moral, dan kesejahteraan. Seringkali dianggap sebagai ‘limitation of private property/individual rights’.
·      Eminent domain (pencabutan hak atas lahan)Yaitu kewenangan tindakan mengambil alih atau mencabut hak atas lahan di dalam batas kewenangannya dengan kompensasi seperlunya dengan alasan untuk kepentingan umum.
·      Taxation Yaitu kewenangan mengenakan beban atau pungutan yang dilandasi kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk tujuan kepentingan umum.
·      Spending power (Government Expenditure)Yaitu kewenangan membelanjakan dana publik untuk kepentingan umum (melalui APBN dan atau APBD).
Pemerintah berkewajiban untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor-sektor industri, jasa, dan properti. Hal ini akan meningkatkan kebutuhan akan ruang. Namun di lain pihak, pemerintah juga harus menjaga agar pertumbuhan pembangunan tidak “over” agar tidak terjadi hal yang buruk. Tentunya harus diupayakan jalan tengah yang terbaik agar pengendalian Konflik dalam hal pemanfaatan ruang terus dilakukan oleh pemerintah.
Menurut John M Levy dalam bukunya Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ.,1997: hal 113-140 (Chapter 9 "The Tools of Land Use Planning"), menyebutkan bahwa salah satu kategori tindakan untuk membentuk ruang kota adalah Pengendalian oleh Pemerintah terhadap penggunaan lahan oleh perorangan/swasta (land-use controls). Pengendalian ini umumnya dilakukan lewat perizinan dan pelarangan pembangunan fisik (penggunaan lahan). Dalam hal ini, terdapat 2 (dua) kategori pengendalian ini, yaitu :
1.   Peraturan Pengkaplingan lahan luas menjadi persil-persil (subdivision regulations)
Pengkaplingan berarti membagi lahan kosong dengan luas tertentu menjadi kapling-kapling (persil-persil) untuk bangunan. Sebelum persil-persil boleh dijual, pengkaplingan harus mendapat persetujuan dari Pemerintah. Dalam hal ini, Pemerintah mengharuskan pengembang untuk membuat rancangan tapak yang memperlihatkan antara lain rencana jaringan jalan, rencana jaringan utilitas, garis sempadan, dan lokasi fasilitas umum. Bila Pemerintah telah menyetujui rancangan tersebut maka pengembang perlu membangun prasarana dan fasilitas yang direncanakan sejalan dengan penjualan persil-persil tersebut.
Peraturan pengkaplingan ini dapat dipakai untuk menerapkan standar pembangunan fisik yang diinginkan masyarakat kota. Demikian juga, Pemerintah tidak harus mengeluarkan dana sendiri untuk melakukan pembangunan prasarana dan fasilitas umum untuk lingkungan baru. Tetapi, di lain pihak, peraturan pengkaplingan ini menyebabkan harga persil menjadi mahal.
2. Peraturan Pemintakatan (zoning ordinances) yaitu penetapan peruntukan guna lahan bagi persil-persil.
Alat pengendalian penggunaan lahan telah mulai diikembangkan di Amerika sejak akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Salah satu alat tersebut disebut sebagai zoning (pemintakatan). Sebenarnya pemintakatan pada mulanya dirancang sebagai alat kendali penghindaran gangguan antar persil yang berdekatan dan pelindung nilai lahan dari dampak kegiatan di lahan terdekatnya. Pemintakatan kemudian dipakai oleh para perencana kota sebagai alat implementasi rencana kota.
Secara umum, menurut Levy (1997:117) peraturan pemintakatan terdiri dari dua bagian, yaitu :
1.   Peta (Zoning Map) yang membagi wilayah kota menjadi zona-zona (menurut katagori zona; misal: R1 untuk katagori permukiman tipe 1 yang dapat dilihat pada gambar 10). Tiap kategori zona mempunyai peraturan tersendiri (artinya: semua zona R1 di bagian kota yang manapun mempunyai seperangkat peraturan yang sama).
2.   Teks Peraturan (Legal Text/ Zoning Text) untuk tiap kategori zona, yang umumnya meliputi :
·         Persyaratan lay-out tapak (mencakup antara lain: luas persil minimal, lebar dan panjang persil minimum, sempadan (depan, samping, belakang), building coverage atau maksimum % tapak yang tertutup bangunan, jalan masuk ke persil, syarat perparkiran, dan papan nama).
·         Persyaratan karakteristik bangunan (mencakup antara lain: tinggi maksimum, jumlah lantai maksimum, floor area ratio/FAR atau jumlah luas lantai berbanding dengan luas persil).
·         Guna bangunan yang diizinkan (misal: R1 untuk permukiman satu lantai, R2 permukiman bertingkat, C1 perdagangan eceran, C2 perdagangan grosir dan pergudangan). Dalam hal ini, syarat lain dapat ditambahkan, misal: dalam C2 hanya boleh untuk gudang perdagangan dan gudang industri ringan).
·         Prosedur perizinan (pengajuan, penilaian dan keputusan, naik banding, dan sebagainya). 

Dampak Perubahan Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


Perubahan pemanfaatan ruang dapat menimbulkan dampak antara lain dampak sosial ekonomi, dampak lingkungan dan dampak lalu lintas, masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
1. . Dampak Ekonomi
Ketentuan teknis pemanfaatan ruang (termasuk ketentuan teknis perubahan pemanfaatan ruang), harus memperhatikan kegiatan ekonomi sebagai berikut:
a.  Harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi kota, yang dapat dilihat melalui pertumbuhan ekonomi aktornya (pendapatan masyarakat dan pemerintah serta memberi manfaat pada masyarakat, pemerintah maupun swasta). Semakin banyak aktor yang mendapatkan manfaat semakin baik pula ketentuan yang dibuat untuk pemanfaatan ruang.
b.  Antisipasi terhadap pertumbuhan ekonomi perkotaan yang cepat. Pemanfaatan ruang maupun perubahannya diharapkan dapat ikut mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi kota.
Dampak ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator dampak perubahan antara lain:
a.  Dampak Terhadap Pendapatan Masyarakat. Dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilihat salah satunya melalui peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja akibat suatu pemanfaatan ruang atau perubahan pemanfaatan ruang.
b.  Dampak Terhadap Keuangan Pemerintah Daerah (Pendapatan Asli Daerah). Perlu menjadi catatan bahwa pertumbuhan ekonomi kota dari sisi pemerintah bukan dilihat dari semakin besarnya PAD yang diterima melainkan pada semakin besarnya pelayanan publik yang diberikan.
c.  Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota, yang dapat dilihat dari pertumbuhan kegiatan ekonomi berkaitan dengan nilai ekonomis lahan.

2. Dampak Sosial
Dampak sosial ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial. Pemanfaatan ruang/ lahan dan ketentuannya, diharapkan:
a. Tidak Mengganggu Ketertiban dan Keamanan.
b. Tidak Mengganggu Derajat Kesehatan.
3. Dampak Lingkungan
Pada dasarnya ketentuan pemanfaatan ruang dan perubahannya tidak diperkenankan menurunkan kualitas lingkungan atau mengurangi keselarasan dan keseimbangan lingkungan alam dengan lingkungan binaan. Beberapa komponen yang dapat dilihat dari perubahan kualitas lingkungan adalah dari komponen air, tanah, udara dsb.
Acuan yang dapat digunakan untuk dapat melihat dampak lingkungan adalah ketentuan yang mengatur kegiatan/rencana yang wajib melakukan analisis dampak lingkungan yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang rencana yang harus disertai dengan AMDAL.

4. Dampak Lalu lintas
Dampak lalu lintas berkaitan dengan volume tarikan dan bangkitan yang ditimbulkan dari kegiatan/pemanfaatan ruang disuatu wilayah Kabupaten atau Kota, serta dampak lanjutannya yang ditimbulkannya dampak tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi sistem transportasi wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan .
Obyek-obyek yang perlu diperhatikan dalam perkiraan dampak lalu lintas akibat pemanfaatan ruang antara lain :
a.  Jalur sirkulasi jalan disekitar pusat kegiatan/pemanfaatan ruang
b.  Lahan parkir yang disediakan pada kawasan tertentu
c.   Ketentuan parkir on street dan off street
d.  Tingkat kemacetan yang ditimbulkan oleh kegiatan dalam suatu kawasan
e.   Fasilitas transportasi umum
f.  Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan lalu lintas antara lain polusi udara, kebisingan dll;
g.   Sarana dan prasarana transportasi untuk pejalan kaki pengendara dan atau tuna daksa
h.  Andalalin (analisis dampak lalu lintas).

kriteria intensitas gangguan (skripsi dan tesis)


a)  Intensitas perubahan tinggi apabila : ada perubahan fungsi zona;
b)  Intensitas perubahan sedang apabila : Tidak ada perubahan fungsi zona Peningkatan atau penurunan herarki 2 tingkat
c)  Intensitas perubahan rendah apabila : Tidak ada perubahan fungsi zona Peningkatan atau penurunan herarki 1 tingkat
d)  Tidak ada intensitas perubahan apabila : Fungsi zona sama 

Tingkat Gangguan (skripsi dan tesis)


Berkaitan dengan perubahan pemanfaatan ruang, terdapat tiga kemungkinan terhadap tingkat gangguan yang ditimbulkan:
a)  Menurunkan Tingkat Gangguan,
·         Penurunan tinggi apabila perubahan mengakibatkan tingkat gangguan turun tiga tingkat ke kategori di bawahnya (misalnya kategori semula adalah intensitas gangguan tinggi, berubah menjadi kategori tidak memiliki gangguan;
·         Penurunan sedang apabila perubahan mengakibatkan tingkat gangguan turun dua tingkat ke kategori di bawahnya;
·         Penurunan rendah apabila perubahan mengakibatkan gangguan turun satu tingkat ke kategori di bawahnya.
b)  Tingkat gangguan tetap, apabila pemanfaatan ruangnya yang lama dan baru dalam kategori yang sama.
c)  Meningkatkan gangguan:
·         Peningkatan tingkat gangguan rendah, sedang dan tinggi merupakan kebalikan dari penurunan tingkat gangguan pada butir a. tersebut diatas 

Kategori Gangguan (skripsi dan tesis)


Kategori tingkat gangguan akibat dampak perubahan pemanfaatan ruang terdiri paling sedikit terdiri dari 4 kategori yaitu :
a)  Intensitas Gangguan Tinggi
b)  Intensitas Gangguan Sedang
c)  Intensitas Gangguan Rendah
d)  Tidak Ada Gangguan (Gangguan Diabaikan) 

Intensitas gangguan Perubahan Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


Perubahan pemanfaatan ruang dari kondisi eksisting pada saat ini menuju kepada rencana pemanfaatan ruang sesuai dengan yang telah ditetapkan akan menimbulkan gangguan dan membawa dampak terhadap perubahan ekonomi, sosial maupun lingkungan. Rencana pemanfaatan ruang yang baru bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan serta meningkatkan nilai lingkungan, dalam melakukan perubahan atau implementasi rencana pemanfaatan ruang yang baru akan menimbulkan gangguan sebagai akibat dampak perubahan tersebut. 

Jenis Dan Tingkat Perubahan Pemanfaatan Ruang Kota (skripsi dan tesis)


Jenis perubahan pemanfaatan lahan mencakup:
·         Perubahan fungsi (use) adalah perubahan jenis kegiatan. Perubahan fungsi membawa dampak yang paling besar terhadap lingkungannya karena menimbulkan dampak baru yang sebelumnya tidak terjadi.
·         Perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan lain-lain. Perubahan intensitas untuk kegiatan sejenis memperbesar dampak yang telah ada.
·         Perubahan teknis massa bangunan (bulk), mencakup antara lain perubahan GSB, tinggi bangunan, dan perubahan lainnya tanpa mengubah fungsi dan intensitasnya. Perubahan teknis bangunan merupakan pelanggaran yang paling ringan dampaknya. Umumnya perubahan pemanfaatan lahan merupakan kombinasi dari dua atau tiga jenis perubahan tersebut. 

Perubahan Pemanfaatan Ruang Kota (skripsi dan tesis)


Perubahan pemanfaatan ruang dapat ditinjau dari dua sudut berbeda yaitu secara fungsional dan secara legal. Secara fungsional, perubahan pemanfaatan ruang mengacu pada pemanfaatan sebelumnya, yaitu adanya suatu pemanfaatan ruang baru yang berbeda dengan pemanfaatan ruang sebelumnya. Sedangkan dari sudut legal, perubahan pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang yang disahkan yaitu pemanfaatan baru atas tanah (lahan atau ruang) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah disahkan. Dalam peraturan pengendalian pengunaan lahan, perubahan pemanfaatan ruang pada tingkat persil dikenal dengan nama spot zoning. Spot zoning adalah perubahan perubahan suatu bagian lahan dari pemanfaatan yang kurang intensif menjadi pemanfaatan yang lebih intensif atau suatu proses mengkhususkan sebidang persil lahan untuk pemanfaatan yang berbeda dengan dan tidak konsisten dengan wilayah sekitarnya semata-mata demi keuntungan pemilik lahan tersebut dan menyebabkan kerugian bagi pemilik lahan di sekitarnya (Mandelker, 1993 dalam Zulkaidi).

Klasifikasi Lahan (skripsi dan tesis)


Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan yang menurut Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematis dan pengelompokan ke dalam berbagai kategori berdasar sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan (diambil dari artikel Klasifikasi Lahan Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan Di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta, forum perencanaan pembangunan 2005).
Lahan digolongkan kedalam 3 (tiga ) kategori utama yaitu kelas, sub-kelas dan satuan kemampuan lahan. Struktur klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan pada faktor penghambat seperti ditunjukkan pada Tabel II.2.

Devisi
Kelas Kemampuan Lahan
Sub-Kelas Kemampuan Lahan
Satuan Pengelolaan
Satuan Peta Tanah
Dapat diolah
I
II
III
IV
IIIe, erosi
IIIw,banjir
IIIs,tanah,dsb
IIIe1,1
IIIe2,2
IIIe3,3
Seri x
Seri y
Seri z
Tidak dapat diolah
V
VI
VII
VIII












Tabel II.2
Klasifikasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Faktor Penghambat
Sumber : sitorus(1985)

Struktur klasifikasi kemampuan lahan yang disajikan Tabel II.1 menjelaskan bahwa pendekatan klasifikasi lahan ini dapat diterapkan untuk berbagai tingkatan skala perencanaan. Perencanaan penggunaan lahan di wilayah propinsi dapat menggunakan klasifikasi pada tingkat kelas dan untuk wilayah kabupaten menggunakan sub kelas.
Kemampuan lahan dapat dicerminkan dalam bentuk peta kemampuan lahan. Peta kemampuan lahan dapat menggambarkan tingkat kelas potensi lahan secara keruangan dan dapat dipakai untuk menentukan arahan penggunaan lahan pedesaan secara umum.
Klasifikasi kemampuan lahan dapat diterapkan sebagai metode perencanaan penggunaan lahan (Hockensmith dan Steele, 1943). Selanjutnya menurut Klingebiel dan Montgomery (1961) hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan disajikan dalam tabel II.3 berikut


KELAS KEMANPUAN LAHAN
INTENSITAS DAN MACAM PENGGUNAAN MENINGKAT
CAGAR ALAM
HUTAN
PENGEMBALIAN
PERTANAMAN
TERBATAS
SEDANG
INTENSIF
TERBATAS
SEDANG
INTENSIF
HAMBATAN BAHAYA MENINGKAT KESESUAIAN PENGGUNAAN BERKURANG
I








II








III








IV








V








VI








VII








VIII








Tabel II.3
Kelas Kemampuan Lahan, Intensitas dan Macam penggunaan lahan
Sumber : Wirosuprojo (1993)