Jumat, 16 Desember 2016

Sejarah Konflik Kashmir (skripsi dan tesis)

Kashmir adalah sebuah wilayah di utara sub-benua India. Istilah Kashmir secara sejarah digambarkan sebagai sebuah lembah di selatan dari ujung paling barat barisan Himalaya. Secara politik, istilah Kashmir dijelaskan sebagai wilayah yang lebih besar yang termasuk wilayah Jammu, Kashmir, dan Ladakh. "Valey of Kashmir" utama relatif rendah dan sangat subur, dikelilingi oleh gunung yang luar biasa dan dialiri oleh banyak aliran dari lembah-lembah. Dia dikenal sebagai suatu tempat paling indah spektakuler di dunia.
Srinagar, ibu kota kuno, terletak di dekat Danau Dal, dan terkenal karena kanal dan rumah perahunya. Srinagar (ketinggian 1.600 m atau 5.200 kaki) berlaku sebagai ibu kota musim panas bagi banyak penakluk asing yang mendapatkan panas di utara India. Tepat di luar kota terdapat taman Shalimar yang indah dibuat oleh Jehangir, kaisar Mughal, pada 1619.
Wilayah ini terbagi oleh tiga negara: Pakistan mengontrol barat laut, India mengontrol tengah dan bagian selatan Jammu dan Kashmir, dan Republik Rakyat China menguasai timur laut (Aksai Chin). Meskipun wilayah ini dalam prakteknya diatur oleh ketiga negara tersebut, India tidak pernah mengakui secara resmi wilayah yang diakui oleh Pakistan dan China. Pakistan memandang seluruh wilayah Kashmir sebagai wilayah yang dipertentangkan, dan tidak menganggap klaim India atas wilayah ini. Sebuah pilihan yang disukai banyak orang Kashmir adalah kemerdekaan, namun baik Pakistan dan India menentang hal ini.
Kashmir mulai didiami oleh kasta Brahma pada saat agama Buddha diperkenalkan oleh para missionaris Asoka pada tahun 274 sebelum masehi. Pada abad ke-7 daerah ini dipimpin oleh dinasti Karkota. Kemudian diteruskan oleh dinasti Utpalas, Tantrins, Yaskaras dan Parva Gupta. Pada tahun 1001 tentera Muslim menyerang Kashmir tapi tidak pernah dapat menguasainya. Ratu Didda dari dinasti Gupta memerintah Kashmir pada tahun 1003 ketika dinasti Lohara mengambil alih pemerintahan. Raja Hindu yang terakhir, Udiana Deva, diganti oleh Shamsuddin di tahun 1346, yang mana dinastinya memerintah hingga tahun 1586 ketika bangsa Mughul (turunan Persia-Mongol) Kaisar Akbar menaklukan Kashmir dan memperkuat pengaruh Muslim disana. Akbar adalah cucu dari Babur, yang telah mengembangkan dinasti Muslim paling berpengaruh di India (di tahun 1526). Akbar bersikap bertolak dengan kehidupan antara agama dan menikahi seorang puteri Hindu (cucu Akbar, Shah Jahn adalah yang membangunkan Taj Mahal).
Di tahun 1752 pemimpin Afghanistan yang bernama Ahmed Shah Durrani mengalahkan pasukan Mughal dan menguasai Kashmir. Perselisihan antara Muslim dan Hindu berlaku dan menciptakan situasi yang tidak kunjung reda serta bibit konflik di Kashmir hingga saat ini
Di tahun 1947, Mahatma Ghandi memimpin bangsa India untuk merdeka dari penjajahan Inggeris dengan perjuangan yang gigih. Tapi perjuangan itu memang mahal sekali. Pada saat Gandhi memimpin pergerakan umat Hindu, Mohammed Ali Jinnah sedang berjuang bersama umat Muslim. Jinnah menuntut pemisahan India menjadi dua bagian: Muslim dan Hindu. Ketika Inggeris angkat kaki dari India, Liga Muslim mendirikan negara Pakistan dan Bangladesh. Rusuhan merebak ketika minoriti Muslim dan Hindu merasa terjebak di beberapa daerah, dan dalam waktu satu minggu, 1/2 juta manusia terkorban. Gandhi telah bersumpah untuk berpuasa hingga rusuhan berhenti, dan hal itu dilakukannya hingga membahayakan kesehatannya sendiri. Pada saat yang sama, Inggris kembali untuk membantu mengembalikan keadaan. Keadaan kembali aman, kecuali daerah Kashmir.
Selama tahun 1947, Jammu & Kashmir adalah salah satu dari 560 Princely States, yang bukan merupakan daerah teritori dibawah perundangan Inggeris tetapi berada dibawah wewenang langsung pemerintahan Inggris. Keadaan yang berlaku saat itu telah memberikan kebebasan kepada Jammu & Kashmir untuk bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap berdiri sendiri. Pada tanggal 19 Julai 1947 Kongres Muslim memberikan keputusan rasmi menolak India; yaitu tetap berdiri sendiri. Tetapi suara mereka tidak mewakili suara seluruh rakyat, terutama tidak adanya dukungan dari pihak Hindu. Pada tanggal 15 Ogos telah diletakkan sebagai tempoh untuk membuat keputusan dan Maharaja Hari Singh merasa berkeberatan menyebabkan Jammu & Kashmir secara automatik menjadi negara Jammu & Kashmir yang bebas merdeka.
Setelah itu , Jammu dan Kashmir telah terbagi menjadi 2 bagian, akibat terjadinya krisis antara Muslim dan Hindu. Maharaja yang merasa negeri atas perang antara suku kemudian bersetuju untuk menggabungkan kembali Kashmir kedalam India berdasarkan sebuah Perjanjian Asesi pada tanggal 26 Oktober 1947. Perjanjian Asesi inilah yang hingga kini masih merupakan isu perselisihan antara India dan Pakistan, yang mempersoalkan kesahihan dari perjanjian ini, dengan merujuk bahawa India tidak pernah mengadakan referendum seperti yang direncanakan oleh Gubernor Jenderal India, Lord Mountbatten akan diadakan tanggal 27 Oktober 1947.
Gerakan yang dilakukan oleh Mohammed Ali Jinnah, yang menjadi pendiri negara Pakistan, menambah kesengsaraan di daerah ini. Menurut autobiografi Sheikh Abdullah, ketika seorang aktivis Kongres Nasional, Ali Mohammad Tariq, bertanya kepada Jinnah sesaat setelah pembahagian daratan India, apakah masa depan Kashmir akan diputuskan oleh rakyat Kashmir. Dia sangat terkejut atas jawaban Jinnah: "Biarkan mereka mati!." Pakistan memutuskan eksport komiditi penting seperti garam, bahan bakar ke Jammu & Kashmir; dan juga bantuan kewangan kepada Imperial Bank di Kashmir. Kerana jalan yang menghubungkan antara Kashmir dan India berada di wilayah Pakistan, permasalahan menjadi semakin rumit akibat timbulnya protes dari Maharaja, yang sekarang menikmati dukungan Sheikh Abdullah untuk memimpin India.
Untuk mendukung gerakan Muslim mencapai kekuasaan di Pakistan, Jinnah membenarkan sekelompok suku dari perbatasan daerah barat laut untuk menggertak Kashmir. Selama tiga hari penduduk Kashmir menjadi korban pembunuhan beramai-ramai rakyatnya, kerusuhan dan pemerkosaan, yang membuat India segera mengirimkan pasukannya ke Kashmir. Ketika pasukan India mendarat di lapangan terbang Srinagar (ibukota Kashmir) pada pukul 9.00 malam tanggal 27 Oktober 1947, Pakistan telah menguasai sepertiga daerah Kashmir, dan pertempuran dahsyat terjadi hingga tahun 1948. Gencatan senjata diadakan pada tanggal 1 Januari 1949 dengan membuat garis pemisahan di Jammu & Kashmir, yang memisahkan daerah: sebelah Timur (lembah Kashmir, Jammu dan Ladakh) dijaga oleh pasukan India, sebelah Barat (dikenal sebagai 'Azad Kashmir'), diawasi oleh Pakistan. Pasukan PBB hingga saat ini masih menjaga daerah persengkataan tersebut sejak tahun 1949.
Selama lebih kurang 5 dekade konflik, sebagian rakyat Kashmir memang tetap memilih bertahan di wilayah pendudukan Jammu Kashmir. Namun sebagaian lain ada yang memilih lari, meninggalkan rumah dan keluarganya. Bentrokan besar kedua pihak memperebutkan wilayah ini terjadi dua kali, tahun 1947 dan 1965. Pada perang India Pakistan pertama tahun 1947, terdapat 1.500.000 jiwa mengungsi ke wiliayah Pakistan. Jumlah ini ditambah pengungsi baru akibat perang India-Pakistan kedua tahun 1965 sejumlah 9.880 keluarga atau 50.000 jiwa. Selanjutnya, sejak 1990 sampai Januari 2001  tecatat 16.982 jiwa rakyat Kashmir yang terpaksa lari dari kampung halamannya.[1]

Tabel 2.1. Jumlah Pengungsi Kahmir dan Lokasinya di Pakistan
(1990-2001)

Distrik
Kamp Pengungsian
Jml Keluarga
Jml. Jiwa
Muzaffarabad
1. Ambore
2. Kamser
3. Heer Kutli
4. Rara (Domishi)
5. Nikot (Karka)
6. Manik-pian 1
7. Manik-pian 2
8. Kel
9. Hattian
10.   Gabung pemukiman lokal

Total
223
277
36
84
145
101
317
34
51
488

1.756
1.271
1.517
310
542
916
705
2.167
232
284
1.760

9.704
Bagh
1.      Chatter 2
2.      Mungbajri
3.      rawli (hudabari)
4.      Khuta Palangi
5.      Gabung pemukiman lokal

Total
151
219
181
5
119

675
921
1.162
1.019
18
667

3.787
Kotli
1.      Gulpur
2.      Kotli Sohinan
3.      Gabung pemukiman lokal di Kotli
4.      Gabung pemukiman lokal di Fatehpur

Total
146
283
57

37

523
1.016
1.692
194

159

3.061
Mirpur
Gabung pemukiman lokal
54
3.061
Rawlakote
Gabung pemukiman lokal di Madpur
13
111
Total Semua

3.031 KK
16.982 Jiwa

Catatan :
1.      Jumlah Pengungsi tahun 1947 : 1.500.000 Jiwa
2.      Jumlah Pengungsi tahun 1965 dan 1971 : 9880 KK atau 50.000 jiwa
3.      Jumlah Pengungsi yang tak terdaftar sejak 1990 : 35.000 jiwa
4.      Masuk wilayah LOC sampai Januari 2001 : 371.792 jiwa
(Sumber: Dhurorudin Mashad, Kashmir: Derita yang Tak Kunjung Usai, Khalifa, Jakarta, 2004: hal 5-6)

Kemelut kashmir akhirnya memancing PBB untuk campur tangan. Isu Kashmir inilah yang akhirnya menjadi problema tertua dalam agenda PBB. Dalam kerangka itu, PBB membentuk sebuah komisi yang terkenal dengan nama the United Nations Commission for India and Pakistan (UNCIP) guna menyelesaikan konflik Kashmir. Melalui lembaga ini dikeluarkan dua resolusi yang fundamental tentang Kashmir yakni tanggal 13 Agustus 1948 dan 5 Januari 1949. Intinya, kedua resolusi tersebut memberi garansi bahwa “Pernyataan apakah wilayah Jammu dan kashmir akan bergabung ke wilayah Pakistan atau India akan diputuskan oleh rakyat Jammu-Kashmir sendiri melalui metode demokratis yakni plebisit yang bebas dan menyeluruh di bawah pengawasan PBB”.
“....Nothing with satisfaction that both India and Pakistan desire that the question of accession of Jammu and Kashmir to India or Pakistan should be decided though the democratic method of free and impartial plebiscite, Considering that the continuation of the dispute is likely to endanger international peace and security. Recommends to government of India and Pakistan the following measure as those which in the opinion of council are appropriate to bring about a cessation of the fighting and to create proper condition for e free and impartial plebiscite to decide whether the State of Jammu and Kashmir is to accede to Indian or Pakistan. The government of India should undertake that there will be established in Jammu and Kashmir a plebiscite Administration to hold a Plebiscite as soon as possible on the question of the accession of the State to India or Pakistan.”[2]

Berbagai resolusi itu diterima dengan baik oleh India maupun Pakistan. Bahkan usul campur tangan PBB serta pemberian hak kepada rakyat Kshmir untuk menentukan nasib sendiri (right of self determination) adalah bagian dari usul PM India kala itu, Pandith Jawaharlal Nehru sendiri. Namun kenyataannya sampai dengan awal abad 21 rakyat Kashmir tidak pernah memperoleh haknya untuk menentukan nasibnya sendiri melalui referendum.
Setelah bentrokan kedua, India seperti sudah menduga, Pakistan bakal mencari dukungan negara-negara lain, terutama negara-negara Islam atas nama solidaritas Islam. Untuk menghindari hal itu, India menyodorkan Perjanjian Simla, Juli 1972. Dalam perjanjian ditetapkan, Jammu-Kashmir adalah urusan India dan Pakistan, dan oleh karenanya akan diselesaikan secara bilateral. Pihak lain tak boleh ikut campur tanpa persetujuan India-Pakistan. Barangkali karena merasa tertipu, Pakistan pinjam tangan kelompok-kelompok separatis Jammu-Kashmir yang anti-India, menerima bantuan di bawah tangan negara-negara lain, dan melakukan penyusupan ke Jammu-Kashmir wilayah India.[3]
Di bawah perjanjian ini, Garis Kendali (Line of Control/LOC) di sempurnakan (sebelumnya, setelah berakhirnya bentrokan pertama tahun 1947, kedua pihak membuat garis demarkasi yang berlaku mulai Januari 1949). LOC membagi Jammu-Kashmir menjadi dua, wilayah Jammu-Kashmir India yang dua pertiga bagian di timur dan selatan, serta wilayah Jammu-Kashmir Pakistan di utara dan barat. Jammu-Kashmir India berpenduduk sembilan juta, sedang Jammu-Kashmir Pakistan berpenduduk tiga juta.
Perlu dicatat bahwa pada tahun 1950an dan 1060an pemerintah India melakukan manipulasi politik dengan menjadikan kashmir wilayah otonomi di bawah New Delhi. Tahun 1986 Rajiv Gandi bersama Kepala Menteri Jammu Kashmir membuat persetujuan semu, yang akhirnya mendapat kritikan dari masyarakat secara luas karena dianggap berlawanan dengan aspirasi rakyat Kashmir. Rejim boneka New Delhi akhirnya dibubarkan seiring dengan tuduhan tentang korupsi yang dilakukan partai National Conference pimpinan Farooq Abdullah. Sebuah partai oposisi baru, Muslim United Front (MUF) yang terutama mendukung aktifis pro kemerdekaan, muslim fundamentalis, dan kaum muda Kashmir yang frustasi akibat kemiskinan, memang bersedia terlibat dalam pemilihan 87 anggota parlemen Kashmir. Namun kecurangan dalam pemilu begitu meluas, para kandidat MUF banyak yang ditahan, sehingga pemilu justru menimbulkan kemelut politik yang baru, serta mendorong masyarakat kian tertarik untuk menjadi pendukung kelompok-kelompok militan termasuk kelompok yang sangat kuat. Bahkan, setelah pemilu kelompok JKLF dan kelompok-kelompok lain justru mulai melancarkan serngan bersenjata pada pemerintah, melakukan pengeboman terhadap gedung-gedung pemerintahan, mobil dan rumah0rumah para pejabat dan mantan pejabat pemerintah, serta memboikot pemilihan anggota parlemen pada tahun 1989. Karena tidak populer maka pemerintahan hasil pemilu 1989 menjadi tidak efektif, maka Februari 1990 parlemen Kashmir dibubarkan dan sejak Juli 1990 kashmir yang semula dikendalikan oleh Gubernur (Governor’s Rule) diambil alih untuk dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat.



Tidak ada komentar: