Jumat, 16 Desember 2016

Kebijakan Look East Policy (skripsi dan tesis)


Berangkat dari ekonomi agraris di bagian Timur dan perdagangan di Semenanjung Malaysia, kini Malaysia telah berubah menjadi Negara industri yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Hal ini tidak lepas dari peran seorang perdana menteri yang sangat menonjol di Malaysia, yaitu Mahathir Mohamad. Ambisi Mahathir adalah merestrukturisasi masyarakat Malaysia menuju tatanan bisnis dan komunitas industri Melayu. Secara ideologis pandangan dan kebijakan itu dipengaruhi oleh ide tentang “Nilai Asia” (Asian Value) yang dipelopori oleh para pemimpin Asia yang salah satunya juga Mahathir Mohamad. Instabilitas pemerintah yang lemah akan menimbulkan kekacauan dan itu tidak akan mendukung proses pembangunan negara berkembang ke arah perbaikan.
Sejak awal masa pemerintahannya sebagai perdana menteri pada 1981, Mahathir menggarisbawahi komitmennya untuk meneruskan kebijakan yang telah dirintis oleh para pemimpin Malaysia pasca kerusuhan 13 Mei 1969, terutama untuk mengejar tujuan-tujuan yang telah diletakkan dalam Look East Policy. Mahathir ingin menjadikan Malaysia suatu negara industry dengan mengemukakan konsep dan ide-ide baru seperti Kebijaksanaan Pandang Ke Timur dan Kebijakan Pembangunan Nasional dan Rangka Rancangan Jangka Panjang Kedua (RRJP2).[1]
Keberhasilan Kebijakan Ekonomi Baru (NEP) menghasilkan perdebatab di kalangan politisi dan pengamat. NEP telah menargetkan pembagian 30% ekonomi pada bumiputra, tetapi berdasarkan statistik resmi pemerintah, NEP tidak berhasil mencapai target itu. Meskipun kebijakan ekonomi tersebut berakhir pada 1990, pemerintah Malaysia tetap sering mengacu padanya karena tetap saja ada banyak keuntungan yang didapat oleh kaum Bumiputra. Pada 2005, beberapa politisi dan United Malays National Organization (UMNO) menginginkan dilakukannya restorasi pada NEP sebagai bagian dan New National Agenda (NNA). Pada 2008, Menteri Besar Penang Lim Guan Eng, membuat terobosan kebijakan dan secara terang-terangan mengumumkan bahwa pemerintahan barunya akan bebas dan pengaruh dan gaya NEP.[2]
Bersamaan dengan redistribusi kekayaan mi juga dilakukan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mi akan membuat saham dan pendapatan kaum non-bumiputra juga menurun, sedangkan kepentingan bisnis bumiputra diharapkan meningkat. Anggapan ini mengacu pada ‘teori kue yang mengembang’ (expanding pie theory): saham bumiputra pada kue tersebut akan meningkat tanpa mengurangi inisan kue non-bumlputra. Teori mi juga ditegaskan secara terang-terangan dalam Rencana Malaysia ke-2 (Second Malaysia Plan).
Terbukti bahwa hampir semua tujuan yang dirumuskan dalam konsolidasi Barisan Nasional (BN) di awal era 1970-an berhasil dicapai sebelum 1990. Banyak indikator yang menunjukkan bahwa dua tujuan Look East Policy yang telah dicanangkan, yakni untuk memberantas kemiskinan dan strukturisasi masyarakat Malaysia dengan mengutamakan ekonomi bumiputra telah dicapai oleh pemerintah. Misalnya, angka kemiskinan di Malaysia telah berkurang sampai 15% di tahun 1990. Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah keluarga miskin turun dan 39,6% pada tahun 1976 menjadi 13,4% pada tahun 1993.  Kesenjangan ekonomi juga semakin sempit. Selama 20 tahun penerapan Look East Policy, angka GDP tumbuh rata-rata 6,7% per tahun. [3]
Beberapa tokoh bumiputra sendiri juga ada yang menginginkan agar Look East Policy dikurangi dan dihilangkan. Misalnya, Perdana Menteri Datuk Sen Abdullah Ahmad Badawi dalam pidatonya di depan UMNO pada 2004. Tetapi, tidak semua pimpinan politik bumiputra mempunyai pandangan yang sama. Badruddin Airuklin, yang terpilih sebagai ketua deputi tetap UMNO. dengan bangga ia menyatakaƱ, “Tak ada ras lain pun yang mempertanyakan hak istimewa kita, pemimpin, dan agama kita”.[4] Berdasarkan pernyataan ini dapat diketahui kebanggaan yang kental pemerintah Malaysia akan keberhasilan pembangunan ekonomi dalam kebijakan New Era Policy




Tidak ada komentar: