Menurutu JH. Block, B. Bloom, belajar tuntas (lanjutan), yaitu peserta
didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka
dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka
diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi
awal mereka. Lebih lanjut, John B. Carrol, A Model of School Learning
menegaskan bahwa belajar tuntas (mastery learning): peserta didik tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik (dalam Suprawoto,
2007: 7).
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil
prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria
ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut
Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai
75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan
situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria
ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal.
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman (Robbins,
Stephen P dalam Pembelajaran. http://.id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran.htm.
69-79.). Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat
perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah
teoretis, dan tidak secara langsung dapat diobservasi.
Belajar tuntas (mastery learning)
adalah filosofi pembelajaran yang
berdasar pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi
waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai
bahwa siswa dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan
dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa
dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam
metoda belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya bila
ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya. Belajar tuntas berdasar
pada beberapa premis, diantaranya: semua individu dapat belajar, orang belajar
dengan cara dan kecepatan yang berbeda, dalam kondisi belajar yang memadai,
dampak dari perbedaan individu hampir tidak ada. Kesalahan belajar yang tidak
dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan belajar (Anonim, 2008: 2).
Pembelajaran tuntas adalah pola
pembelajaran menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam
hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik
dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam
arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik
(klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta
didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas
memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.
Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya
pengakuan perbedaan individual masing-masing peserta didik (Sudrajat,, 2009:
4).
Belajar tuntas adalah filosofi pembelajaran yang berdasar
pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan
kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat
mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan
dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa dalam
suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam
metoda belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya bila
ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya (Anonim, 2008: 1).
Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik,
melainkan hanya dengan proses penguasaannya. Metoda ini berdasar pada model
yang dibuat oleh Benjamin S. Bloom, dengan penyempurnaan oleh James H. Block.
Belajar tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial
satu per satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat
dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama dengan teman
sekelas, atau belajar sendiri, diperlukan tujuan pembelajaran yang terumuskan
dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara berurutan(Anonim, 2008:
3).
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang
tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang
maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik
memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan
dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran
yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang
gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus
diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan
perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan
yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para
peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi
yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan
belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback).
Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan
penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan
dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam
mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan
menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas) (Sudrajat,, 2008: 4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar