Selasa, 22 November 2016

Model Pembelajaran Treffinger (skripsi dan tesis)


Model pembelajaran treffinger diperkenalkan oleh Donald J Treffinger pada tahun 1986. Model pembelajaran Treffinger adalah pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks.
a.       Keterbukaan - urun ide - penguatan.
b.      Penggunaan ide kreatif –konflik internal –skill.
c.       Proses rasa – pikir kreaktif dalam memecahkan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat – kuriositi - tanya.
d.      Kelompok –kerjasama.
e.       Kebebasan –terbuka.
f.       Reward  (Herdian,2009)
Jadi dapat disimpulkan bahwa model terffinger adalah proses berfikir kreaktif dengan basis kematangan dan pengetahuan dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat, yang tahap-tahapnya meliputi: orientasi, permahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreaktif, pemicu gagasan kreaktif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks.
Sehingga langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan model Treffinger adalah :
a.       Siswa diberikan orientasi tentang pelajaran yang akan dipelajari.
b.      Siswa diberikan permasalahan.
c.       Siswa menyelesaikan permasalahan  secara mandiri.
d.      Dibentuk suatu kelompok untuk mendiskusikan penyelesaian permasalahan dengan teman untuk hasil yang maksimal.
e.       Siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.
f.        Memberikan reward dengan memberikan tanggapan
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan, baik ketrampilan kognitif maupuan afektif pada setiap tingkat dari model ini, model Treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif (Irnawati, 2009: 7).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Suryanti, 2010: 2)
Kerja siswa ini didasarkan pada suatu model kreatif 3 level milik Treffinger yaitu divergent functions, complex thingking and felling process dan involment in real challenges. Metode yang digunakan pada penelitian adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian menggunakan time series design (Farmahni, 2009: 1).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Efendi, 2010: 1).
Treffinger (1980) dalam Semiawan (1984) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah pembelajaran yang menjadikan siswa peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya. Dalam belajar kreatif siswa mengumpulkan informasi yang ada, membataskan kesukaran atau menemutunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah, menguji, menyempurnakannya, dan akhirnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Disamping itu dalam proses belajar kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berfikir konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal) (munandar, 1992).
Adapun karakteristik Pembelajaran Kreatif Model Treffinger dalam mengembangkan kemampuan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah adalah (1) mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar. (2) dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan. (3) mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya. (4) melibatkan secara bertahap kemampuan berfikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah. (5) memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel (Pomalato, 2005).
Pembelajaran Kreatif Model Treffinger ini dapat membantu siswa untuk berfikir kreatif dalam memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa berarti siswa mampu menggali potensinya dalam berdaya cipta, menemukan gagasan, serta menemukan pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berfikir (Munandar, 1992).
Semiawan (1984) menyatakan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger terdiri dari tiga tahap antara lain : Tahap Pengembangan Fungsi-Fungsi Divergen, pada tahap ini penekanannya keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa.
Teknik-teknik yang digunakan pada pengembangan fungsi-fungsi divergen antara lain: (1) teknik pemanasan, teknik pemanasan yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh gagasan sebanyak mungkin. (2) teknik pemikiran dan perasaan berakhir terbuka, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban. (3) sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan gagasan, menerima dan menghasilkan banyak gagasan. (4) daftar penulisan gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa. (5) penyusunan sifat, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang suatu objek atau masalah dan (6) hubungan yang dipaksakan, yaitu memaksakan suatu hubungan antara objek-objek atau situasi yang dimasalahkan dengan unsur-unsur lain untuk menimbulkan gagasan baru (Munandar, 1992). Teknik-teknik ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya atau jawaban dalam memecahkan masalah.
Tahap Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Tujuan dari tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya.
Teknik-teknik yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks antara lain : (1) analisis morfologis, yaitu bertujuan untuk mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur masalah. (2) bermain peran dan sosial drama, yaitu membantu siswa untuk menangani konflik dan masalah yang timbul dari pengalaman kehidupannya. (3) synectics, yaitu mempertemukan bersama berbagai unsur dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru.
Tahap keterlibatan dalam tantangan nyata, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan konsep tentang materi yang diajarkan.
Teknik pemecahan masalah pada tahap keterlibatan dalam tantangan nyata terdiri dari : (1) menemukan fakta, yaitu siswa diharapkan dapat mengumpulkan situasi masalah yang dirasakannya. (2) menemukan masalah, yaitu siswa diharapkan agar dapat menjelaskan masalah dengan melihat masalah dari sudut atau objek yang berbeda-beda. (3) menemukan gagasan, yaitu siswa diupayakan agar dapat mengembangkan sebanyak mungkin gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan. (4) menemukan penyelesaian, yaitu siswa diharapkan dapat menemukan tolak ukur untuk menilai setiap gagasan. (5) menemukan penerimaan, yaitu siswa diupayakan dapat memilih gagasan-gagasan yang paling baik untuk menemukan suatu hasil akhir yang dapat diterima dan dilaksanakan.
Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger  dimulai dari tingkat I, dilanjutkan tingkat II, dan tingkat III. Kegiatan pembelajaran tingkat I, yaitu (1) pemberian masalah terbuka, (2) siswa melakukan diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya, (3) guru memberikan suatu masalah terbuka operasi hitung pecahan dengan jawaban lebih dari satu selesaian, (4) guru memberikan lembar tugas, untuk  menuliskan gagasan dengan cara mendaftar sesuai kreativitas. Kegiatan pembelajaran  tingkat II, yaitu (1) memberikan kegiatan yang menantang, (2) berdiskusi untuk bermain, (3) memberikan contoh analog atau kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, (4) memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari tentang operasi hitung pecahan, (5) membuat kesimpulan terhadap penyelesaian masalah operasi hitung pecahan. Kegiatan pembelajaran tingkat III, yaitu (1) memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari, (2) siswa membuat cerita yang berkaitan dengan operasi hitung pecahan dan membuat pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri, (3) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (4) siswa menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah, (5) memberikan suatu masalah dalam bentuk narasi dan dialog, kemudian diselesaikan siswa sesuai dengan ide kreatifnya, (6) pemberian reward (Haryono, Ari Dwi, 2009: 1)

Tidak ada komentar: