Manfaat pendekatan Mastery Learning yang lain dikemukakan oleh
Guskey & Gates, 1986, pertama, Mastery Learning memotivasi siswa karena
akan membangun rasa percaya diri mereka bahwa semua dari mereka dapat menguasai
tujuan pendidikan secara pasti. Lebih lanjut, Mastery Learning menuntut bahwa
komunikasi adalah faktor esensi dari tujuan tersebut. Mastery menjadi lebih
dari hanya sekedar sesuatu yang biasanya hanya dapat dicapai oleh sedikit
siswa. Kedua, ketika direncanakan dengan baik, mastery membuat belajar dan
pembelajaran menjadi lebih efisien. Siswa menjadi tahu bahwa mereka perlu
belajar, dan guru tahu bahwa mereka perlu untuk memberi bantuan macam apa yang
secara individu diperlukan siswa. Dengan demikian siswa yang paling lambanpun
bisa tetap terangkum dalam bimbingan untuk mengejar yang lain sampai mencapai
ketuntasan, tetapi walaupun manfaat mastery learning, seperti yang telah
diuraikan di atas, tetap saja sistem tersebut tidaklah sempurna
(Titikusumawati, Eti, 2008: 8).
Masalah utama yang paling dirasakan terletak pada inti dari pendekatan Mastery
Learning: dalam setting sekolah umum, waktu pembelajaran terlalu beragam
(Slavin, 1987b). Jika guru memberikan perbaikan dalam jam kelas, maka perhatian
guru secara kontinyu terpecah antara siswa pandai dan siswa kurang pandai. Dan
hal ini kadang-kadang secara tidak disadari oleh guru telah menghabiskan waktu
lebih lama sengan siswa yang lamban, Sehingga bagi siswa yang cepat mengerti
akan merasa banyak waktu terbuang hanya untuk menunggu siswa lain yang belum
memahami pelajaran, memberikan perbaikan pembelajaran di luar jam kelas juga
mempunyai kendala. Salah satunya, hal ini akan menambah jam kerja guru secara
substansi, tidak realistik pada peluang guru untuk menambah jam lembur mereka
pada substansi dasar. Akibatnya, yang paling banyak dipersembahkan guru mungkin
tidak dapat memberikan siswa yang paling lamban cukup waktu ekstra untuk
mencapai ketuntasan. Dengan demikian, guru-guru sepertinya tidak membuang waktu
mengajar terlalu banyak atau sedikit untuk kelas tersebut, dan siswa-siswa yang
“lamban”pun tetap terangkum dalam bimbingan) (Titikusumawati, Eti, 2008.: 8).
Keunggulan belajar tuntas, yaitu belajar tuntas
memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: a) Memungkinkan siswa belajar
lebih aktif, karena memberikan kesempatan mengembangakn diri, dan memecahkan
masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri; b) Sesuai dengan
psikologi belajar modern berpegang pada prinsip perbedaan individual dan
belajar kelompok.; c) Berorientasi pada peningkatan produktivitas hasil
belajar, yakni menguasai bahan ajar secara tuntas; d) Guru dan siswa
bekerjasama secara partisipatif dan persuasif; e) Penilaian yang dilakukan
mengandung nilai obyektifitas yang tinggi karena penilaian dilakukan oleh guru,
teman dan diri sendiri.; f) Strategi ini tidak mengenal kegagalan siswa, karena
siswa yang kurang mampu dibantu oleh guru dan temannya; g) Berdasarkan perencanaan
yang sistematik.; h) Menyediakan waktu berdasarkan kebutuhan masing-masing
iindividu; i) Berusaha menutupi kelemahan-kelemahan strategi belajar yang lain;
j) Mengaktifkan para guru sebagai regu yang harus bekerjasama secara efektif
sehingga proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara optimal.
Kelemahan belajar tuntas, antara lain : a) Sulit
dalam pelaksanaan karena melibatkan berbagai kegiatan; b) Guru-guru masih
kesulitan membuat perencanaan karena dibuat dalam satu semester; c) Guru-guru
yang sudah terlanjur menggunakan teknik lama sulit beradaptasi; d) Memerlukan
berbagai fasilitas, dan dana yang cukup besar.
e)Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan; f) Diberlakukannya sistem ujian (EBTA atau EBTANAS) yang menuntut penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk menempuh ujian ) (Hikmah, 2009: 6).
e)Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan; f) Diberlakukannya sistem ujian (EBTA atau EBTANAS) yang menuntut penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk menempuh ujian ) (Hikmah, 2009: 6).
Konsep
belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai
secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar
tuntas ini merupakan strategi pembelajaranyang diindividualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses
belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai
dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan
efisien. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan merupakan persyaratan yang harus
dicapai siswa. Persyaratan penguasaan bahan tersebut berkisar antara 75% sampai
dengan 90% (Hikmah, 2009: 1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar