Senin, 14 November 2016

Kemampuan Menulis dalam Pelajaran Bahasa Jawa


Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan, daerah-daerah transmigrasi di Indonesia diantaranya sebagian Propinsi Tiau, Jambi, Kalimantan Tengah dan beberapa tempat di luar negeri yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia dan Pantai Barat Johor. Jumlah penuturnya sekarang sekitar 75,5 juta. Di dunia terdapat 6.703 bahasa dan Bahasa Jawa menempati urutan ke 11 dalam hal jumlah penutur terbanyak (Wedhawati, dkk. 2006)
Bahasa Jawa secara diankronis berkembang dari Bahasa Jawa Kuno sementara Bahasa Jawa Kuno sendiri berkembang dari Bahasa Jawa Kuno Purbo. Bahasa Jawa yang sekarang umum digunakan adalah bahasa Jawa Baru/Modern. Mulai dipakai oleh masyarakat Jawa sekitar abad 16 sampai sekarang. Rentang antara Bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Jawa Modern terdapat Bahasa Jawa pertengahan, namun pada saat ini baik Bahasa Jawa Kuno maupun Bahasa Jawa Pertengahan tidak lagi digunakan di Jawa namun masih digunakan di Bali pada acara-acara keagamaan.
Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing (Utomo, 1997:1). Muatan lokal memuat berbagai materi seni dan budaya serta bahasa daerah untuk setiap daerah atau propinsi. Masing-masing daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan pembelajaran muatan lokal ini. Hal itu, didasarkan pada potensi masing-masing daerah atau propinsi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, misalnya untuk daerah di propinsi Jawa Timur, mayoritas mempelajari bahasa Jawa, walaupun ada beberapa daerah yang mengembangkan pembelajaran bahasa daerah lain, seperti bahasa Osing di daerah Banyuwangi dan bahasa Madura di daerah atau di pulau Madura. 
Ruang lingkup pembelajaran muatan lokal di sekolah mencangkup tiga hal. Tiga hal tersebut, diantaranya pendidikan budaya daerah, pendidikan keterampilan, dan pendidikan lingkungan (Utomo, 1997:2). Pendidikan budaya daerah mencangkup bahasa daerah, kesenian daerah, adat istiadat, dan olah raga daerah. Untuk pendidikan keterampilan mencangkup keterampilan daerah, kerajinan, dan keterampilan lain yang diperlukan, bergantung kekayaan budaya daerah. Sedangkan, pendidikan lingkungan mencangkup wawasan tentang lingkungan pendidikan budi pekerti dan lain sebagainya.
Ketiga hal pokok tersebut merupakan pedoman standar dalam pembelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), bahkan pada daerah tertentu sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam kurikulum muatan lokal meliputi berbagai macam mata pelajaran. Hal itu disesuaikan dengan bahan kajiannya, misalnya mata pelajaan bahasa daerah dengan kajian bahasa daerah, mata pelajaran keterampilan dan kesenian dengan bahan kajian keterampilan dan kesenian tertentu, mata pelajaran tata busana dengan bahan kajian keterampilan dalam hal busana, dan mata pelajaran lainnya yang pengembangannya berdasarkan kondisi sosial budaya masing-masing daerah.
Mata pelajaran bahasa Jawa merupakan program pengajaran bahasa untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Jawa serta sikap positif bahasa. Pendekatan pengajaran bahasa Jawa lebih ditekankan pada penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar terlebih ungggah-ungguhing basa untuk berkomunikasi (Sumarto, 1986:4). Pembelajaran bahasa Jawa merupakan salah satu langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kecintaan terhadap budaya daerah, khususnya budaya Jawa. Dalam nilai-nilai budaya Jawa, seseorang yang dapat menggunakan bahasa Jawa dengan baik sesuai dengan tata aturan atau dalam teori bahasa Jawa disebut undha usuk, akan mendapat penghormatan (status sosial) yang lebih baik. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya Jawa akan tetap terjaga dan lestari, apabila dapat dipelajari dalam dunia pendidikan. Pembelajaran afektif ini dapat memberikan manfaat yang banyak dan tidak ditemukan dalam mata pelajaran lain.
Menurut Utomo (1997:6) ada dua manfaat bagi siswa dalam mempelajari mata pelajaran muatan lokal, seperti bahasa daerah maupun mata pelajaran lainnya. Manfaat tersebut diantaranya, pengetahuan yang diperoleh siswa akan lengkap dan utuh. Siswa bukan hanya menguasai materi dalam kurikulum nasional saja, melainkan juga mengenal lingkungan milik mereka sendiri secara lebih mendalam, serta manfaat yang kedua adalah siswa akan memiliki bekal keterampilan yang dapat membantu orang tua dan diri mereka sendiri jika tidak melanjutkan pendidikan.
Pada poin kedua penjabaran manfaat pembelajaran muatan lokal di atas, mengandung arti bahwa pembelajaran muatan lokal, seperti bahasa daerah, keterampilan dan kesenian daerah lainnya, dirancang sedemikian rupa untuk memberikan pengetahuan secara teoritis dan juga  keterampilan-keterampilan yang bersifat aplikatif atau praktis kepada siswa. Tujuan dari sistem pembelajaran tersebut adalah memberikan bekal keterampilan kepada siswa untuk dikembangkan secara individu guna mendukung dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik bagi siswa yang melanjutkan pendidikan maupun bagi siswa yang tidak melanjutkan pendidikan. Dengan keterampilan dan pengetahuan yang pernah dipelajari di sekolah, khususnya untuk mata pelajaran muatan lokal, siswa yang tidak melanjutkan sekolah diharapkan dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya tersebut untuk menunjang dan membantu dalam hidup bermasyarakat.    
Menulis merupakan suatu proses. Dalam menulis memerlukan beberapa tahapan untuk menjadi sebuah karya tulis akhir. Dari kegiatan pramenulis sampai pada tahap pengakhiran atau penyelesaian (Parera, 1987:3). Mata pelajaran bahasa Jawa mengajarkan keterampilan menulis ini dengan beberapa prinsip, yaitu dari yang mudah ke yang sulit, dari sederhana ke yang kompleks, dan dari hal yang abstrak ke hal yang konkret. Siswa akan mengalami beberapa tahapan dalam kegiatan menulis. Kegiatan yang dilaksanakan siswa dari tahap yang paling mudah sampai menuju ke tahap atau kegiatan menulis yang memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Misalnya, untuk siswa Sekolah Dasar (SD) yang dipelajari dalam kegiatan menulis adalah dari menulis kosakata bahasa Jawa sampai pada kegiatan menulis huruf Jawa. Sedangkan, pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), siswa akan lebih ditantang pada kegiatan menulis yang lebih rumit, misalnya menulis karangan atau cerita  berbahasa Jawa sampai pada menulis gurit (puisi bahasa Jawa) dan bahkan sampai pada menulis naskah drama bahasa Jawa.  
Pembelajaran menulis dalam muatan lokal bahasa Jawa juga tidak jauh dari konsep pembelajaran kontekstual, sehingga dalam pembelajaran harus berpedoman pada pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Dalam hal ini, perlu adaya strategi pembelajaran yang sesuai dengan konsep tersebut. Jadi, konsep pembelajaran kontekstual tidak hanya dimiliki oleh mata pelajaran utama, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain, tetapi juga dalam muatan lokal, khususnya mata pelajaran bahasa Jawa.
Pembelajaran keterampilan menulis dalam muatan lokal, terintegrasi dengan keterampilan berbahasa lainnya, seperti membaca-menulis, mendengarkan menulis, berbicara-menulis. Semua aspek ini dapat dipelajari secara terintegrasi dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam belajar dan meningkatkan kemampuan siswa dalam berbagai kompetensi berbahasa. Misalnya, dalam menulis geguritan atau puisi bahasa Jawa yang sebelumnya siswa mendengarkan pembacaan geguritan untuk merangsang siswa sebelum menulis gurit tersebut.
Diharapkan dengan diperdengarkan pembacaan gurit tersebut, siswa dapat mencontoh atau terinspirasi untuk menulis gurit dengan bahasa masing-masing siswa. Tidak berhenti pada hal itu saja, kegiatan menulis juga harus mengarahkan siswa agar mengetahui dan memahami kondisi riil di masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memberikan ilmu dan keterampilan, khususnya menulis bahasa Jawa, yang bersifat praktis, sehingga keterampilan dan ilmu pengetahuan yang didapat dari bangku sekolah tersebut dapat diaplikasikan kelak ketika siswa hidup dalam sebuah komunitas dalam masyarakat.
Pembelajaran menulis dalam mata pelajaran bahasa Jawa akan sangat bermakna apabila pembelajaran tersebut sesuai dengan konteks kehidupan dan lingkungan siswa berada. Menulis pengalaman pribadi dalam bentuk paragraf narasi merupakan suatu kegiatan yang kontekstual dan dapat memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dan juga siswa itu sendiri dalam proses kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini akan dirasakan siswa sebagai kegiatan belajar yang menyenangkan dan dapat membangkitkan motivasi belajar mereka. 

Tidak ada komentar: