Minggu, 16 Oktober 2016

Perencanaan Kota


Teori perancangan kota pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, dimana teoriteori tersebut sangat dipengaruhi oleh pendapat dari pakar perencanaan kota di Inggris, diantaranya Ebenezer Howard, Robert Owen, dan Edwin Chadwick. Teori Perancangan Kota saat ini berubah cukup signifikan dengan adanya peristiwa 9/11, dimana pendekatan perancangan sekarang lebih ditekankan kepada kebutuhan manusia untuk beraktifitas di dalam lingkungan yang lebih kecil dan manusiawi. Teori-teori klasik Arsitektur Kota dibagi dalam tiga kelompok besar. Pembagian ini lebih kepada fokus dari masing-masing teori; bukan berarti teori yang satu menyalahkan yang lain, tetapi saling melengkapi; yaitu: Figure-ground theory, Linkage theory dan Theory of place (Trancik, 1986).
Konsep Teori Klasik Arsitektur Kota (Sumber: Zahn, 1999)
1. Figure-ground theory, teori ini lebih menekankan pada pengenalan struktur kota figure and ground; solid and void; atau building and open space. Figure adalah wilayah/ area kota yang terbangun, sedangkan ground adalah wilayah/area kota yang tidak terbangun. Pengenalan terhadap stuktur kota ini berguna untuk mengetahui keteraturan, pola perkembangan, keseimbangan dan kepadatan.
2. Linkage theory adalah teori yang memahami struktur kota melalui keterkaitan fungsi satu sama lain. Fungsi vital kota dalam skala yang relatif besar bisa dianggap sebagai generator pertumbuhan kota; seperti fungsi pendidikan, fungsi mall, atau fungsi pabrik. Fungsi-fungsi vital ini men-generate pertumbuhan kota dengan cukup cepat. Seperti contoh, dengan beroperasinya suatu pabrik (dengan skala relatif besar) pada suatu kawasan tertentu, akan men-generate pertumbuhan disekitarnya, seperti pertumbuhan retail, perkampungan menengah dan bawah, fungsi pendidikan, dan lain-lain. Linkage teori menggaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota tersebut.
3. Theory of place diperkenalkan oleh Roger Trancik. Teori ini memahami kota lebih kepada makna dari ruang kota tersebut. Yang dimaksud makna adalah nilai atau value yang berakar dari budaya setempat. Contoh alun-alun di Yogyakarta, ruang kota ini memberikan makna / nilai tersendiri terhadap kota Yogyakarta, karena nilai historis ruang tersebut dan makna dari alun-alun itu sendiri terhadap struktur kota Yogyakarta secara keseluruhan.
4. Teori Imageable City yang disampaikan Kevin Lynch pada prinsipnya adalah pengembangan hasil penelitian yang berasal dari keilmuan psikologi lingkungan. Pakar psikologi lingkungan tersebut diantaranya James Gibson, Steven Holl, dan Pierre von Meiss. Pakar-pakar inilah yang mengawali pemahaman terhadap interaksi antara manusia sebagai pengamat dan obyek lingkungan yang diamati. Pada tahun 1950 Kevin Lynch mencoba memformulasikan persepsi lingkungan khususnya terhadap kota melalui penelitiannya. Temuan Lynch dari penelitian ini dianggap paling signifikan dalam ilmu persepsi lingkungan (arsitektur dan perkotaan) karena teknik/ metode yang dipakai melalu mental map yang dianggap paling mampu mengkaitkan antara ide abstrak (persepsi) dan ide nyata melalui pemahaman struktur kota (master-plan).
Perancangan Kota (Urban Design) merupakan suatu perpaduan kegiatan antara profesi perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam wujud fisik. Perancangan kota lazimnya lebih memperhatikan pada bentuk fisik kota. Perancangan kota dapat mewujudkan dirinya dalam betuk tampak depan bangunan, desain sebuah jalan, atau sebuah rencana kota tau dapat dikatakan pula bahwa perancangan kota berkaitan dengan bentuk wilayah perkotaan. Ruang-ruang terbuka berbentuk jalan, taman, dan akhirnya ruang yang lebih besar, dirancang bersamaan dengan perancangan fisik bangunannya, sehingga kota tersebur merupakan proses dan produk dari perancangan kota. Produk perancangan kota tersebut dapat dikategorikan dalam dua bentuk umum yang disebut Ruang Kota (Urban Space) dan Ruang Terbuka (Open Space).(Eko,1999)
1.  Ruang Kota (Urban Space)
Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang menonjol, seperti kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Sebuah dilingkupi oleh dinding, lantai dan mempunyai maksud yang tegas utnuk melayani. Sekelompok bangunan, baik perkantoran maupun komersial dapat membentuk sebuah ruang di sekelilinginya baik berupa plaza, jalan maupun ruang terbuka lainnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang indah sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai pelingkup fisik dan lantai yang semestinya. (Eko,1999)
2.  Ruang Terbuka (Open Space
Ruang terbuka dapat dikatakan sebagai unsur ruang alam yang dibawa ke dalam kota atau lapangan terbuka yang dibiarkan tetap seperti keadaan aslinya. Skala ruang terbuka ini lebih banyak ditentukan oleh pohon,semak, batu-batuan dan permukaan tanah daripada ditentukan oleh lebar dan panjangnya. Penampilannya dicirikan oleh pemandangan tumbuh tumbuhan alam segar daripada bangunan sekitar. Ruang terbuka di dalam kota mempunyai beberapa maksud sebagai pelengkap dan pengontras bentuk urban, menyediakan tanah untuk penggunaan di masa depan. Pada saat melakukan survei untuk perancangan kota, kita harus mempelajari ruang-ruang kota sebagai struktur keseluruhan. (Eko,1999)
Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu :
1.     Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
2.     Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).
3.     Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
4.     Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.
Fianstein dan Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan menggunakan standar dan metode yang professional.
2.      User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
3.      Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
4.      Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang bersifat dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap permasalahanpermasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.

Tidak ada komentar: