Minggu, 16 Oktober 2016

Penetapan Kadar Protein dengan Metode Lowry


Pemeriksaan kadar protein total dalam serum digunakan sebagai petunjuk status nutrisi serta sebagai petunjuk awal yang penting dalam mendiagnosis adanya penyakit hati (Hayden and Heyningen, 2001) dan penyakit ginjal (Lerma, 2008). Peningkatan dari nilai normal dapat terjadi karena adanya penyakit inflamasi kronik, multiple myeloma, sarkoidosis, dehidrasi dan distress pernafasan. Penurunan dari normal dapat terjadi karena malnutrisi, malabsorbsi, penyakit hati berat, kanker usus, luka bakar berat, penyakit Hodkin, gagal ginjal kronik dan kolitis ulserativ (Sutedjo, 2008). Pemeriksaan protein dalam urin digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal serta digunakan sebagai penanda utama dan petunjuk awal terjadinya penyakit atau kerusakan pada ginjal (Lerma, 2008).
Metode Lowry pertama kali diperkenalkan pada tahun 1951 (Lowry et al., 1951). Metode ini pada dasarnya terdiri dari 2 tahap reaksi pembentukan warna. Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat suatu senyawa.  Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif.  Reaksi pertama adalah pembentukan kompleks peptida-kuprum dalam suasana alkali dan reaksi yang kedua adalah amplifikasi warna yang terbentuk dengan penambahan pereaksi yang diperkenalkan oleh Folin and Ciocalteu (1927) pada penetapan kadar tirosin dan triptopan, yaitu kompleks asam fosfomolibdat-fosfotungstat atau disebut dengan pereaksi Folin-Ciocalteu.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%.
Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya (Dennison C, 2002).
Dalam metode ini terlibat 2 reaksi; Awalnya, kompleks Cu(II) - protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat phosphomolyb dotungstate, menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Lowry, et al., 1951).
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah (Lowry, et al., 1951)

Tidak ada komentar: