Minggu, 16 Oktober 2016

Pemanfaatan Obat Tradisional


Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Pengawasan Obat Tradisional membagi obat tradisional menjadi Golongan Jamu dan Golongan Obat Fitoterapi. Selain itu terdapat kelompok tumbuhan yang disebut TOGA (Taman Obat Keluarga) yang dulu disebut Apotik Hidup. Terhadap obat tradisional (jamu), pemerintah belum mengeluarkan persyaratan yang mantap, namun dalam pembinaan jamu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa pe-tunjuk yakni sebagai berikut (Santosa, 1989):
a.       Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah ber-kembang biaknya bakteri, kapang dan khamir (ragi).
b.      Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000 (se-puluh ribu).
c.       Jumlah bakteri nonpatogen tidak lebih dari 1.000.000 (1 juta).
d.      Bebas dari bakteri patogen seperti Salmonella.
e.       Jamu yang berbentuk pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15 menit (menurut Farmakope Indonesia). Toleransi sampai 45 menit.
f.       Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia ber-khasiat.
Meskipun penelitian Obat Tradisional di Indonesia belum tuntas, namun sejak dulu masyarakat telah menggunakan jamu dengan berbagai indikasi atau kegunaannya, oleh karena itu jamu pun perlu diteliti manfaat dan mudaratnya. Sebagian bersifat sebagai plasebo saja namun sebagian lagi mungkin mempunyai manfaat tertentu. Sebagai ilmuwan hendaknya kita harus bersikap di tengah-tengah sampai secara obyektif dapat dibuktikan bahwa suatu jamu memang benar mem-punyai manfaat atau sebaliknya.
Masalah efek samping akibat jamu harus selalu dipantau. Apakah hal ini akibat jamunya atau akibat zat kimia yang dicemarkan atau dicampurkan ke dalam jamu supaya cepat terasa efeknya, sebagai contoh misalnya androgen atau korti-kosteroid dalam jamu nafsu makan. Adanya diazepam dalam jamu saraf atau HCT dalam jamu tekanan darah tinggi (hiper-tensi) dapat saja menimbulkan efek samping yang mungkin serius karena dipakai terus-menerus. 

Tidak ada komentar: