Rabu, 04 November 2015

Kajian Pragmatik


Pragmatik pada masa sekarang ini berangsur-angsur di pandang sebagai sesuatu yang tidak asing lagi untuk dipelajari. Ilmu yang bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks ini mengalami perkembangan linguistik yang cukup pesat. Pragmatik yang merupakan bagian dari ilmu tanda sebenarnya telah dikemukakan sebelumnya oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris. Menurut Morris, dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, semiotika (semiotics) memiliki tiga cabang, yakni (1) sintaktika ‘studi relasi formal tanda-tanda’, (2) semantika ‘studi relasi tanda dengan penafsirnya’, dan (3) pragmatika. Akan tetapi, pragmatik yang berkembang saat ini yang mengubah orientasi linguistik di Amerika pada tahun 1970-an sebenarnya diilhami oleh karya-karya filsuf seperti Austin dan Searle yang termasyhur dengan teori tindak tuturnya (Leech, 1983:2).
Leech dalam terjemahan Oka (1993:32) mengemukakan bahwa, “Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar atau speech situations.” Lubis (1991:4) menambahkan bahwa bahasa merupakan gejala sosial dan pemakaiannya jelas banyak ditentukan oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor linguistik saja seperti kata-kata, kalimat-kalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi.
Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1987:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14) yang mengatakan bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.
Rustono (1999:5) mengatakan bahwa pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Gunarwan dalam Rustono (1999:4) menambahkan bahwa pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang  mengungkapkan ujaran.
Beberapa pendapat di atas walaupun dengan pernyataan yang berbeda tetapi pada dasarnya menunjukkan kesamaan pandangan, sebab kajian pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan, pragmatik adalah ilmu yang menelaah bagaimana keberadaan konteks mempengaruhi dalam menafsirkan kalimat. Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik, sebab telaah semantik bersifat bebas konteks. Dengan kata lain, persoalan yang dikaji oleh semantik adalah makna kata-kata yang dituturkan, dan bukan maksud tuturan penutur.

Tidak ada komentar: