Senin, 03 Desember 2012

Judul Skripsi Psikologi: PERILAKU SEKSUAL REMAJA


      Perilaku seksual pada remaja merupakan suatu perkembangan yang harus dilewati oleh remaja. Oleh karenanya tugas para orangtua untuk membekali si anak untuk memahami norma yang ada dalam keluarga serta masyarakat mengenai perilaku seksual. Seringkali hal yang menjadi kesalahan orang tua adalah menutup informasi mengenai apa itu perilaku seksual dan norma yang menyangkut mengenai perilaku seksual. Akibatnya banyak remaja yang memilih mencari sumber informasi yang tidak bertanggung jawab. Hal ini berakibat pemahaman perilaku seksual yang bertentangan dengan norma keluarga dana masyarakat. Pemahaman perilaku seksual yang tepat akan mengarahkan si remaja dalam pengertian luas, yaitu pemahaman perilaku seksual yang tidak hanya menyangkut aktivitas seksual namun juga secara sosial. Dengan demikian perilaku seksual dapat membantu remaja untuk berinteraksi dengan individu lainnya khususnya terhadap lawan jenis. Oleh karenanya dimensi perilaku sosial tidak hanya menyangkut mengenai aktivitas seksual namun juga menyangkut mengenai perilaku sosialisasi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan, institusionalisasi, hubungan atau relasi. 
1.            Pengertian Perilaku Seksual
         Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima sedangkan perilaku seksual merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan (Saifuddin,1999).
 Azwar (1998) mengungkapkan bahwa perilaku merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya stimulus yang sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan sebaliknya reaksi yang sama belum tentu karena stimulus yang sama. Khususnya dalam perilaku seksual oleh Van Conde Boas dalam Monks (2006) maka perilaku seksual merupakan cetusan dari kebutuhan seksual dimana di dalamnya gabungan dari empat dimensi yaitu: (1), proses reproduksi, (2) Dimensi kenikmatan (3) dimensi hubungan atau relasi (4) institusionalisasi. Sampai dimana keterikatan empat dimensi tersebut dalam perilaku seksual maka banyak tergantung pada individu, nilai masyarakat dan arti yang diberikan pada hubungan tersebut.
            Sementara itu Masters dkk. (1986) seksualitas berasal dari dimensi pribadi yang menunjukkan bagaimana seseorang merespon sesuatu yang sifatnya erotis. Seksualitas adalah hal yang sangat unik karena proses ini bersifat sangat pribadi. Masalah seksualitas selalu menarik bagi manusia dari waktu ke waktu. Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola hidup manusia yang sangat kompleks.
                  Sarwono (1994) menyatakan bahwa cakupan seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam cakupan sempit dan dalam cakupan luas. Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin, anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan perempuan, kelenjar dan hormone kelamin, hubungan seksual, serta pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini merupakan segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan.
                  Masters dkk (1982;1986) melihat seksualitas dari berbagai dimensi diantaranya dimensi biologis, dimensi psikososial, dan dimensi perilaku. Dimensi biologis memandang dari fungsi seksualitas sebagai cara mendapatkan keturunan, hasrat seksual, dan kepuasan seksual. Dimensi psikososial menyatakan bahwa seksualitas melibatkan faktor psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian yang terlibat. Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah hasil dari perpaduan dimensi psikologi dan psikososial.
           Bicara tentang seksualitas, Masters dkk (1982;1986) mengatakan bahwa perilaku seksual mempunyai tiga macam fungsi, yaitu;
a.Perilaku seksual untuk tujuan reproduksi (procreational)
Berarti perilaku seksual dilakukan guna mendapatkan keturunan.
b. Perilaku seksual untuk pernyataan cinta (relational)
Berarti perilaku seksual yang disertai cinta yang mendalam, dan   keinginan untuk saling berbagi.
c.Perilaku seksual untuk kesenangan (recreational)
Berarti perilaku seksual dilakukan hanya untuk menyalurkan dorongan biologis, tanpa disertai keintiman yang mendalam.
      Faturohman (1990) berpendapat bahwa perilaku seksual sebenarnya perilaku yang wajar dalam arti sebagian besar manusia pada akhirnya mengalami hal itu. Perilaku seksual melibatkan orang lain berarti perilaku seksual merupakan perilaku sosial. Seperti perilaku sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial diatur sesuai dengan norma yang berlaku. Salah satu norma yang mengatur perilaku seksual menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan dalam lembaga perkawinan.
Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin) sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus  seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.
                  Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari perilaku seksual adalah cetusan dari kebutuhan seksual serta bagian dari perilaku sosialisasi yang mempunyai empat dimensi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan, institusionalisasi, hubungan atau relasi. Empat dimensi tersebut juga menjadi faktor yang mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual

2.            Bentuk Perilaku Seksual
Perilaku seksual menurut Sarwono (1999) dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu:
a.        Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan. Sentuhan adalah satu bentuk perilaku dan dapat berarti beberapa hal.
b.       Berpelukan
c.        Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual.
d.       Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada  bagian tubuh yang peka
e.        Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada alat vital akan memberi kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat sensitif untuk disentuh.
f.        Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan seksual tanpa masuknya penis ke vagina.
g.       Oral genital seks adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi genital oleh mulut.
h.       Cointal seks play dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks. Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah hubungan badan dengan masuknya penis ke vagina.
Sarwono (1994) menyatakan bahwa perilaku seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin, anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan perempuan, kelenjar dan hormone kelamin, hubungan seksual, serta pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini merupakan segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan.
Sementara itu Sarwono (1994) menyatakan bahwa bentuk ekspresi seksualitas diantaranya adalah masturbasi, percumbuan, dan hubungan seksual. Masters dkk. (1982) berpendapat bahwa perilaku seksual tidak hanya aktivitas seks saja seperti masturbasi, berciuman, sampai bersenggama, namun menyangkut berkencan, bercumbu, dan membaca bacaan porno.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa bentuk perilaku seksual adalah reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima dari orang lain dan reaksi tersebut dapat bersifat erotis dimana di dalamnya juga terkandung segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan. Dalam perilaku seksual tersebut juga digunakan oleh individu sebagai sarana untuk memperoleh keturunan, pemenuhan hasrat dan kepuasan seksual. Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola hidup manusia yang sangat kompleks. Sedangkan tahap perilaku seksual secara afeksi sendiri dimulai dari memegang dan bergandengan tangan, berpelukkan, berciuman, menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian tubuh yang peka, memegang alat kelamin, petting, oral genital seks, cointal seks play.

3.            Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
           Purnawan (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah:
1.       Faktor Internal
a.       Tingkat Perkembangan Seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya, anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak usia 13 tahun.
b.       Pengetahuan Mengenai Kesehatan Reproduksi
c.       Motivasi
         Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Rusmiati (2001) mengatakan bahwa perilaku seksual memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan memperoleh uang.
2.       Faktor Eksternal
a.       Keluarga
Wahyudi (2000) mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi secara terbuka antara orangtua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang.
b.       Pergaulan
Harlock (1994) berpendapat bahwa perilaku seksual sangat di pengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas, di mana pengaruh teman sebaya lebih besar di bandingkan orangtua atau anggota keluarga yang lain.
c.       Media massa
Penelitian yang di lakukan Mc Carthi et al (1975) menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasaan yang di sertai adegan-adegan merangsang dapat berkorelasi positif dengan agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi, dan perilaku lain sebagai manifestasi dari dorongan seksual yang di rasakan.
 Kartono (2006)  mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual dipengaruhi oleh:
a.Perubahan seksual sekunder maupun primer  yaitu dengan memberikan kesadaran baru bagi remaja dalam menanggapi tugas perkembangan yang baru. Hal inilah yang memberikan perhatian baru yang berbeda dari tugas perkembangan yang dilalui remaja pada masa sebelumnya yaitu ketika masa kanak-kanak.
b. Perubahan emosi atau “emotional changes” yang meliputi; desakan atau tekanan penyesuaian diri, ingin diakui sudah dewasa, ingin bebas dari aturan orang tua, malu tampil di muka umum bersama orang tua, masalah kebingungan, masa mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang besar, rendah diri.
c.Pendidikan Keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki renaja sebelum individu tersebut mulai mengembangkan penerimaan norma baru yang berasal dari lingkungan. Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya.  Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukkan tentang tubuh dan tindakan mereka.
Menurut Deney & Quadagno dalam sebuah penelitian menunjukan kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka, misalkan orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permainan sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka. Kesimpulannya orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.
d. Norma masyarakat dimana norma yang diterima dan dikembangkan individu tersebut seiring dengan perkembangan yang dilaluinya. Boleh dikatakan bahwa seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang  keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Berdasarkan pernyataan diatas maka faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah faktor perubahan fisik yang disertai dengan perubahan psikis, keluarga dan norma masyarakat. Ketiganya merupakan faktor yang tidak bisa saling dipisahkan dalam membentuk perilaku seksual.

2.                                          Perkembangan Seksual Pada Masa Remaja
Pada masa remaja terjadi perubahan masa dimana individu tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangannya ini maka remaja akan mengalami perubahan tidak hanya fisik, psikis serta status sosial dimana posisi yang sebagian diberikan oleh orangtua ketika masa anak-anak akan berubah seiring dengan status yang didapatkannya sendiri selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya (Ausubel dalam Monks 2006).
Secara singkat maka sejumlah besar tugas-tugas perkembangan berkaitan dengan perubahan dalam masa remaja adalah sebagai berikut:
a.       perkembangan aspek-aspek biologis
b.       menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri
c.       mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau kebiasaan masyarakat sendiri
d.      mendapatkan pandangan hidup sendiri
e.       merealisasi suatu indentitas sendiri dan mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri Petro Bloss (dalam Sarwono, 1994)
            Banyak terjadi perkembangan secara fisik dan sosial pada seluruh kehidupan masa remaja, diantaranya:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik pada masa remaja berlangsung sangat cepat yang meliputi ukuran tubuh baik komposisi dan proporsinya. Masa remaja juga ditandai dengan mulai berfungsinya alat reproduksi ditandai haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki serta tumbuhnya tanda-tanda seksual sekunder.
Muss dalam Sarwono (1994) membuat perubahan fisik tersebut pada anak perempuan yaitu: pertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, serta tumbuh bulu-bulu di ketiak. Sementara perubahan pada anak laki-laki perubahan fisik meliputi: pertumbuhan tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, tumbuh bulu-bulu halus di wajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu-bulu di dada
Pada wanita indung telur (ovarium) memproduksi hormon progesteron dan hormon estrogen. Hormon estrogen mempengaruhi timbulnya tanda-tanda seksual sekunder. Hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi. Jika terjadi pembuahan progesteron mengembangkan sel telur menjadi janin. Hurlock (1994) mengatakan bahwa cirri-ciri seksual sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja. Alat-alat reproduksi menjadi lebih siap pada akhir masa remaja.
Perubahan fisik dan pertumbuhan tanda-tanda seksual disebabkan oleh hormone, zat kimia yang dibuat organ tubuh tertentu yang dinamakan kelenjar. Hormon gonadotropik adalah hormone yang bertanggungjawab pada pertumbuhan tanda-tanda seksual dan bertanggungjawab penuh dalam produksi sel telur dan spermatozoa. Pada pria testis memproduksi hormone androgen dan testosteron yang menyebabkan timbulnya nafsu seksual (libido). Testis juga memproduksi spermatozoa, yaitu benih laki-laki yang apabila bertemu dengan telur (ovum) dalam rahim akan terjadi pembuahan.
b. Perkembangan Sosial
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mengalami perubahan dalam segi sosial. Apabila dimasa kanak-kanak mereka masih sangat tergantung pada orangtuanya maka pada masa remaja mereka berusaha melepaskan diri dari orangtua dan berusaha menemukan dirinya, mencapai otonomi diri dan mendapat pengakuan serta ingin ber mandiri (Hurlock,1994).
Masrers dkk (1986) mengatakan bahwa periode remaja adalah masa yang sulit dan banyak perubahan. Pada masa ini terdapat tuntutan secara psikososial yang meliputi banyak hal yaitu: remaja menjadi lebih mandiri dari orangtua, lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya, dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri, dan yang paling penting pada masa remaja mereka harus dapat menguasai peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Tugas remaja dalam peran seksualitasnya antara lain: belajar mengendalikan perasaan dan  seksual, mempelajari berbagai persoalan dalam aktivitas seksual dan mempelajari bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan pada masa remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Kesimpulan ini merupakan bagian dari definisi dari remaja itu sendiri.

Tidak ada komentar: