Senin, 27 Juli 2009

Judul Skripsi Linguistik: IKONISASI DALAM LINGUISTIK

Ikonitas (iconity) adalah perihal ikon. Kata ikon berasal dari bahasa Latin yaitu icon yang berarti arca atau patung (Prent. 1969) atau gambar atau patung yang menyerupai contohnya (Verhoeven. 1969). Kata ikon selanjutnya dipakai oleh Pierrce sebagai istilah semiotika yaitu untuk menyebut tanda yang penandanya memiliki hubungan kemiripan dengan obyek yang diacunya. Kata ikon kemudian dipakai dalam linguistik dengan arti “to refer to signals mhose physical form closely correspondens to characteristic to which they refers” (Crystal. 1980) yang dapat iartikan sebagai untuk menyebut tanda yang bentuknya fisiknya memiliki kaitan yang erat dengan sifat khas dari apa yang diacunya (Sudaryanto, 1989).
Kaitan erat yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah kemiripan (resemblance) atau mencerminkan (to reflect) dan apa yang dimaksud dengan apa yang diacunya adalah realitas (reality) (Haiman, 1985), isi tuturan atau isi wicara (content) (Sudaryanto, 1995) atau situasi (situation) (Verhaar, 1977). Dengan demikian pengertian ikon dalam linguistik dapat dirumuskan dengan lebih tegas yaitu satuan lingual yang bentuknya mirip dengan realitas yang diacunya atau satuan lingual yang bentuknya mencerminkan realitas yang diacunya.
Agar pengertian ikon lebih jelas lagi maka konsep “realitas” dan konsep ”mirip” atau ”mencerminkan” akan diuraikan lebih lanjut.pengertian realitas yang terkandung dalam ikon tidak sama dengan pengertian relitas yang dikemukakan oleh Chomsky. Pengertian realitas yang dimaksud oleh Chomsky semata-mata mengacu pada konsep dalam pikiran yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata yang berada di luar pikiran. Chomsky (1981) menyatakan bahwa “our interpretation of the world is based in part on representational system that derive from the structure of the mind it self and do not mirror in any direction the form of things in external world....”. pengertian realitas yang dikemukakan oleh Chomsky terlalu rasionalistic atau subjektif sehingga menihilkan realitas diluar pikiran manusia.
Pengertian realitas dalam ikon juga tidak sama dengan pengertian petanda yang dikemukakan oleh Saussure. Petanda, menurut Saussure adalah konsep (concept) yang bersama-sama penanda yang merupakan citra akustis (image acoustique) membentuk tanda bahasa (Saussure.1988). Dengan demikian pengertian petanda menurut Saussure sama dengan pengertian realitas menurut Chpmsky, yaitu semata-mata konsep dalam pikiran manusia yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Lebih-lebih Saussure memiliki pandangan bahwa dunia penanda dan dunia petanda di satu pihak dan dunia nyata di pihak lain masing-masing bersifat otonom.
Chomsky dan Saussure sama-sama memandang bawa bahasa itu bersifat diadis (dyadic) yaitu hanya merupakan perpduan unsur-unsur internalnya (bentuk dan makna) dan tidak memiliki kaitan apapun dengan unsur ekstenalnya yang disebut realitas. Hal ini berbeda dengan pandangan terhadap bahasa yang terkandun dalam konsep ikon. Dalam konsep ikon terkandung pemahaman bahwa bahasa itu bersifat triadik (triadic) yaitu bahasa merupakan relasi, makna dan realitas.
Van Peursen (1990) mengemukakan bahwa realitas bukanlah benda keras yang diambil dari tanah. Ini berarti bahwa yang disebut realitas bukan semata suatu benda konkret, melainkan juga sesuatu yang bastrak. Realitas mencakup sesuatu yang ada di luar pikiran dan sesuatu yang ada di dalam pikiran. Realitas mencakup apa yang disebut realitas material dan realitas substansial (Sudaryanto. 1995). Dalam hal ini realitas juga mencakup apa yang disebut dengan realitas objektif dan realitas subjektif atau realitas transendens dan realitas transcendental (Van Peursen. 1990).
Realitas memang aspek eksternal bahasa, tapi hal itu tidak dapat dipisahkan dari realitas subjektif. Hal ini disebabkan proses penyerapan terhadap sesuatu al harus melalui konseptualisasi atau referensi menurut Odgen dan Richard (1989) atau subjeketifikasi menurut Langacker (1990). Karena demikian bentuk lingual yang mencerminkan realitas objektif tentu juga mencerminkan realitas subjektif, tetapi bentuk lingual yang mencerminkan realitas subjektif tidak tentu mencerminkan relitas objektif. Atau dasar hal tersebut, bentuk lingual yang mencerminkan realitas dapat dibedakan dua macam, yaitu (i) bentuk lingual yang mencerminkan realitas objektif (yang sekaligus mencerminkan realitas subjektif) dan (ii) bentuk lingual yang mencermikan realitas subjektif semata-mata. Ke dua macam bentuk lingual jenis pertama yang mencerminkan realitas objektif (yang sekaligus mencerminkan realitas subjektif) dengan sendirinya lebih ikonis daripada bentuk lingual jenis kedua, yang hanya mencerminkan realitas subjektif. Dalam hal ini, sifat ikonis bentuk lingual lantas tidak bersifat bier atau diskret, melainkan bersifat rentangan atau derajat.
Kemudian kata mirip atau mencerminkan dalam ikon berarti bahwa bentul lingia; dan realitas yang digambarkan harus persis sama dan sempurna. Menurut Haiman (1985) tidak ada ikon yang sempurna. Ikon cenderung mereduksi dan menyerdahanakan realitas yang digambarkan. Di samping itu bukan semata-mata kopi dari realitas. Bahasa juga merupakan hasil dari kreatifitas pemiliknya dalam menggambarkan realitas (Simone. 1995)

Tidak ada komentar: